Mengundang Tuhan Makan Malam
Pada suatu hari, beberapa orang
dari Bani Israil datang menemui Musa as dan berkata, ?Wahai Musa, bukankah kau
bisa bicara dengan Tuhan? Tolong sampaikan pada-Nya, kami ingin mengundang-Nya
makan malam.?
Musa marah luar biasa. Ia berkata bahwa Tuhan tidak perlu
makan atau minum.
Ketika Musa datang ke Gunung
Sinai untuk berbicara dengan Tuhan, Tuhan bersabda, Mengapa kau tidak
menyampaikan kepada-Ku undangan makan malam dari hamba-Ku?? Musa menjawab, Tapi
Tuhanku, Engkau tidak makan. Engkau pasti tidak akan menerima undangan tolol
seperti itu.? Tuhan berkata, “Simpan pengetahuanmu antara kau dan Aku”. Katakan
pada mereka, Aku akan datang memenuhi undangan itu.?
Turunlah Musa dari Gunung Sinai
dan mengumumkan bahwa Tuhan akan datang untuk makan malam bersama Bani Israil.
Tentu saja semua orang, termasuk Musa, menyiapkan jamuan yang amat mewah.
Ketika mereka sedang sibuk memasak hidangan-hidangan terlezat dan mempersiapkan
segalanya, seorang kakek tua muncul tanpa diduga. Orang itu miskin dan
kelaparan. Ia meminta sesuatu untuk dimakan. Para koki yang sibuk memasak
menolaknya, Tidak, tidak…! Kami sedang menunggu Tuhan. Nanti ketika Tuhan
datang, kita makan bersama-sama. Mengapa kamu tidak ikut membantu? Lebih baik
kamu ikut mengambilkan air dari sumur!? Mereka tidak memberi apa-apa untuk
kakek malang itu.
Waktu berlalu tetapi Tuhan ternyata tidak datang. Musa
menjadi amat malu dan tidak tahu harus berkata apa kepada para pengikutnya.
Keesokan harinya, Musa pergi ke
Gunung Sinai dan berkata, ? Tuhan, apa yang Kau lakukan kepadaku? Aku berusaha
meyakinkan setiap orang bahwa Kau ada. Kau katakan Kau akan datang ke jamuan
kami, tapi Kau ternyata tak muncul. Sekarang tidak ada yang akan mempercayaiku
lagi!? Tuhan menjawab, “Aku datang. Jika saja kau memberi makan kepada hamba-Ku
yang miskin, kau telah memberi makan kepada-Ku”. Tuhan bersabda, “Aku, Yang
tidak akan bisa dimasukkan ke seluruh semesta, bisa dimasukkan ke dalam hati
hamba-Ku yang beriman”.
Ketika kita berkhidmat kepada
hamba Tuhan, kita telah berkhidmat kepada-Nya. Ketika kita mengabdi kepada
makhluk, sesungguhnya kita juga mengabdi kepada Sang Khalik.
Sibuk Mengurus Hati
Suatu ketika, seorang Arab
datang ingin berguru kepada Abu Said Abul Khair, seorang tokoh sufi yang terkenal
karena karamahnya dan gemar mengajar tasawuf di pengajian-pengajian. Rumah guru
sufi itu terletak di tengah-tengah padang pasir. Ketika orang itu tiba, Abul
Khair sedang memimpin majlis simaan (acara mendengarkan orang membaca doa,
-red.) di tengah para pengikutnya. Waktu itu Abul Khair membaca Al-Fatihah. Ia
tiba pada ayat: ghairil maghdubi ?alaihim, wa laz zalim. Orang Arab itu
berpikir, ?Bagaimana mungkin aku bisa berguru kepadanya. Baca Al-Quran saja, ia
tidak bisa.? Orang itu mengurungkan niatnya untuk belajar kepada Abul Khair.
Begitu orang itu keluar, ia
dihadang oleh seekor singa padang pasir yang buas. Ia mundur tetapi di
belakangnya ada seekor singa lain yang menghalanginya. Lelaki Arab itu menjerit
keras karena ketakutan. Mendengar teriakannya, Abul Khair turun keluar
meninggalkan majlisnya. Ia menatap kedua ekor singa itu dan menegur mereka,
?Bukankah sudah kubilang jangan ganggu para tamuku!? Kedua singa itu lalu
bersimpuh di hadapan Abul Khair. Sang sufi lalu mengelus telinga keduanya dan menyuruhnya
pergi. Lelaki Arab itu keheranan, ? Bagaimana Anda dapat menaklukkan
singa-singa yang begitu liar?? Abul Khair menjawab, ?Aku sibuk memperhatikan
urusan hatiku. Untuk kesibukanku memperhatikan hati ini, Tuhan menaklukkan
seluruh alam semesta kepadaku. Sedangkan kamu sibuk memperhatikan hal-hal
lahiriah, karena itu kamu takut kepada seluruh alam semesta.?
Taubat Sang Pembunuh
Seorang pembunuh yang amat kejam
telah menghabisi nyawa sembilan puluh sembilan orang. Ia merasa sangat
menyesal. Ia mendatangi seorang alim dan bercerita tentang masa lalunya yang
kelabu itu. Ia mengutarakan maksudnya untuk bertaubat dan menjadi orang yang
lebih baik. ?Aku ingin tahu; apakah Tuhan akan mengampuniku?? ia bertanya.
Sang alim rupanya belum cukup
banyak belajar. Ia menjawab, Tentu saja kau tak akan diampuni-Nya. Kalau
begitu, ujar si pembunuh, lebih baik kau
juga kubunuh saja sekalian. Ia pun membunuh alim itu. Kemudian ia bertemu orang
alim lain. Ia mengatakan telah membunuh seratus orang. Aku ingin tahu, tanyanya,
apakah Tuhan akan mengampuniku jika aku bertaubat??
Alim kedua ini lebih bijak dari
yang pertama. Ia menjawab, ?Tentu saja kau akan diampuni. Bertaubatlah sekarang
juga. Aku hanya punya satu nasihat untukmu; jauhilah teman-temanmu yang jahat
dan bergabunglah dengan orang-orang yang saleh, karena teman yang jahat akan
mendekatkanmu kepada dosa.?
Orang itu lalu bertaubat dan menyesali dosa-dosanya. Ia menangis memohon ampunan Tuhan. Kemudian ia pun menjauhi teman-temannya yang jahat dan pergi mencari perkampungan tempat orang-orang saleh tinggal. Namun ketika ia berada di perjalanan, ajalnya tiba. Malik, Malaikat Penjaga Neraka, dan Ridwan, Malaikat Penjaga Surga, sama-sama datang untuk menjemput ruhnya. Malik berkata bahwa orang itu adalah pendosa besar dan tempatnya di neraka jahanam. Tetapi Ridwan juga mengklaim bahwa orang itu layak masuk surga. Malaikat Ridwan berkata, Orang ini bertaubat dan telah memutuskan untuk menjadi orang baik. Ia sedang menempuh perjalanan ke kampung tempat tinggal orang-orang saleh ketika ajalnya tiba.
Kedua malaikat itu pun berdebat. Jibril datang untuk menyelesaikan masalah. Setelah mendengar pernyataan dari kedua malaikat, Jibril memutuskan, Ukur jaraknya. Jika tanah tempat mayatnya berada lebih dekat kepada orang-orang saleh, maka ia masuk surga; namun jika letak mayatnya lebih dekat kepada orang-orang jahat, ia harus masuk neraka.?
Orang itu lalu bertaubat dan menyesali dosa-dosanya. Ia menangis memohon ampunan Tuhan. Kemudian ia pun menjauhi teman-temannya yang jahat dan pergi mencari perkampungan tempat orang-orang saleh tinggal. Namun ketika ia berada di perjalanan, ajalnya tiba. Malik, Malaikat Penjaga Neraka, dan Ridwan, Malaikat Penjaga Surga, sama-sama datang untuk menjemput ruhnya. Malik berkata bahwa orang itu adalah pendosa besar dan tempatnya di neraka jahanam. Tetapi Ridwan juga mengklaim bahwa orang itu layak masuk surga. Malaikat Ridwan berkata, Orang ini bertaubat dan telah memutuskan untuk menjadi orang baik. Ia sedang menempuh perjalanan ke kampung tempat tinggal orang-orang saleh ketika ajalnya tiba.
Kedua malaikat itu pun berdebat. Jibril datang untuk menyelesaikan masalah. Setelah mendengar pernyataan dari kedua malaikat, Jibril memutuskan, Ukur jaraknya. Jika tanah tempat mayatnya berada lebih dekat kepada orang-orang saleh, maka ia masuk surga; namun jika letak mayatnya lebih dekat kepada orang-orang jahat, ia harus masuk neraka.?
Karena bekas pembunuh itu baru
saja meninggalkan tempat orang jahat, ia masih terletak dekat sekali dengan
mereka. Tetapi karena ia bertaubat dengan amat tulus, Tuhan memindahkan
tubuhnya dari tempat ia meninggal ke dekat perkampungan orang saleh. Dan hamba
yang bertaubat itu pun diserahkan ke dekapan malaikat penjaga surga.
Tuhan bersabda, ?Jika hamba-Ku
mendekatkan diri kepada-Ku satu hasta, Aku akan mendekatkan diri kepadanya satu
siku. Apabila dia kembali kepada-Ku sambil berjalan, Aku akan menyambutnya
sambil berlari.?
(Sumber: Essential Sufism,
Penyunting: James Fadiman dan Robert Frager, Castle Books, New Jersey, USA,
1998.)
PENULIS
Pemuda sapaan Misbah. Kini aktif di berbagai lembaga pendidikan. Sembari menjalani kehidupan sebagai seorang Mahasiswa, juga sebagai penulis lepas
0 komentar:
Post a Comment
Salam Cinta
NB:
Berkomentarlah dengan bijak
Selamat berkomentar...... :D