Hello

Welcome To My Blog

MISBAHUDDIN HASAN
Semoga Tulisan di Blog ini Bermanfaat Bagi Anda

Recent

Memahami Diri dalam Wacana Psikologi (3)

Menurut Lacan, dikarenakan kekurangan (lack) petanda-petanda ini, rantai penanda—x = y = z = b = q = 0 = % = | = s (dan seterusnya)—secara konstan menggelincir, bergeser dan bersirkulasi. Tak ada jangkar (anchor), tak ada sesuatu pun yang pada akhirnya memberikan makna atau stabilitas kepada seluruh sistem. Rantai pertandaan secara terus menerus berlangsung (seperti dalam pandangan Derrida); tak ada cara untuk menghentikan ketergelinciran rantai pertandaan tersebut—sehingga tidak bisa mengatakan “oh, x artinya adalah ini,” dan memastikan maknanya. Malahan, satu penanda hanya menggiring kepada penanda lainnya, dan tidak pernah kepada petanda. Mekanisme ini tak ubahnya seperti kamus—satu kata hanya akan menggiring ke lebih banyak lagi kata-kata, tetapi tidak pernah kepada sesuatu yang seharusnya direpresentasikan oleh kata tersebut.

Lacan berpendapat bahwa seperti inilah bentuk ketaksadaran—sebuah rantai (atau rantai berlipat ganda) pertandaan yang senantiasa bersirkulasi, tanpa jangkar—atau, menggunakan istilah Derrida, tanpa pusat. Inilah translasi linguistik Lacan atas gambaran Freud akan ketaksadaran sebagai wilayah chaotic yang secara terus menerus menggeser dorongan dan hasrat. Freud tertarik untuk membawa dorongan dan hasrat chaotic tersebut ke dalam kesadaran, sehingga dorongan dan hasrat chaotic tersebut bisa memiliki beberapa keteraturan (order) dan makna (meaning maupun sense), sehingga dorongan dan hasrat chaotic tersebut dapat dipahami dan dibuat dapat diatur. Di sisi lain, Lacan mengatakan bahwa proses menjadi orang dewasa atau “diri” (self), merupakan proses untuk mencoba menetapkan, menstabilkan, dan menghentikan rantai pertandaan sehingga makna stabil—termasuk makna “Aku”—menjadi dimungkinkan. Walau tentu saja Lacan mengatakan bahwa kemungkinan ini hanyalah ilusi, sebuah citraan diciptakan oleh suatu mispersepsi akan relasi antara tubuh dan diri.

Freud membicarakan tentang tiga tahapan perversitas polimorfosa pada bayi, yaitu oral, anal, dan phallic; inilah kompleks Oedipus dan kompleks Kastrasi yang mengakhiri perversitas polimorfosa dan menciptakan makhluk “dewasa”. Lacan menciptakan kategori berbeda untuk menjelaskan trajektori (lintasan) serupa, dari bayi ke “dewasa.” Dia membincangkan tentang tiga konsep—kebutuhan (need), permintaan (demand), dan hasrat (desire)—yang secara kasarnya berhubungan dengan tiga fase perkembangan, atau tiga ranah di mana manusia berkembang, yaitu, Yang Real, Imajiner, dan Simbolik. Wilayah Simbolik, yang ditandai dengan konsep hasrat, adalah sepadan dengan kedewasaan; atau, secara lebih spesifik bagi Lacan, wilayah Simbolik merupakan struktur bahasa itu sendiri, yang harus dimasuki manusia agar menjadi subjek yang berbicara, untuk mengatakan “Aku” dan memiliki “Aku” menandakan sesuatu yang tampak menjadi stabil. bersambung

Share this:

PENULIS

Pemuda sapaan Misbah. Kini aktif di berbagai lembaga pendidikan. Sembari menjalani kehidupan sebagai seorang Mahasiswa, juga sebagai penulis lepas

BERGABUNGDENGAN PERCAKAPAN

0 komentar:

Post a Comment

Salam Cinta
NB:
Berkomentarlah dengan bijak
Selamat berkomentar...... :D