Memahami Diri dalam Wacana Psikologi (3)
Menurut
Lacan, dikarenakan kekurangan (lack) petanda-petanda ini, rantai penanda—x = y
= z = b = q = 0 = % = | = s (dan seterusnya)—secara konstan menggelincir,
bergeser dan bersirkulasi. Tak ada jangkar (anchor), tak ada sesuatu pun yang
pada akhirnya memberikan makna atau stabilitas kepada seluruh sistem. Rantai
pertandaan secara terus menerus berlangsung (seperti dalam pandangan Derrida);
tak ada cara untuk menghentikan ketergelinciran rantai pertandaan
tersebut—sehingga tidak bisa mengatakan “oh, x artinya adalah ini,” dan
memastikan maknanya. Malahan, satu penanda hanya menggiring kepada penanda
lainnya, dan tidak pernah kepada petanda. Mekanisme ini tak ubahnya seperti
kamus—satu kata hanya akan menggiring ke lebih banyak lagi kata-kata, tetapi
tidak pernah kepada sesuatu yang seharusnya direpresentasikan oleh kata
tersebut.
Lacan
berpendapat bahwa seperti inilah bentuk ketaksadaran—sebuah rantai (atau rantai
berlipat ganda) pertandaan yang senantiasa bersirkulasi, tanpa jangkar—atau,
menggunakan istilah Derrida, tanpa pusat. Inilah translasi linguistik Lacan
atas gambaran Freud akan ketaksadaran sebagai wilayah chaotic yang secara terus
menerus menggeser dorongan dan hasrat. Freud tertarik untuk membawa dorongan
dan hasrat chaotic tersebut ke dalam kesadaran, sehingga dorongan dan hasrat
chaotic tersebut bisa memiliki beberapa keteraturan (order) dan makna (meaning
maupun sense), sehingga dorongan dan hasrat chaotic tersebut dapat dipahami dan
dibuat dapat diatur. Di sisi lain, Lacan mengatakan bahwa proses menjadi orang
dewasa atau “diri” (self), merupakan proses untuk mencoba menetapkan,
menstabilkan, dan menghentikan rantai pertandaan sehingga makna stabil—termasuk
makna “Aku”—menjadi dimungkinkan. Walau tentu saja Lacan mengatakan bahwa
kemungkinan ini hanyalah ilusi, sebuah citraan diciptakan oleh suatu
mispersepsi akan relasi antara tubuh dan diri.
Freud
membicarakan tentang tiga tahapan perversitas polimorfosa pada bayi, yaitu
oral, anal, dan phallic; inilah kompleks Oedipus dan kompleks Kastrasi yang
mengakhiri perversitas polimorfosa dan menciptakan makhluk “dewasa”. Lacan
menciptakan kategori berbeda untuk menjelaskan trajektori (lintasan) serupa,
dari bayi ke “dewasa.” Dia membincangkan tentang tiga konsep—kebutuhan (need),
permintaan (demand), dan hasrat (desire)—yang secara kasarnya berhubungan
dengan tiga fase perkembangan, atau tiga ranah di mana manusia berkembang, yaitu,
Yang Real, Imajiner, dan Simbolik. Wilayah Simbolik, yang ditandai dengan
konsep hasrat, adalah sepadan dengan kedewasaan; atau, secara lebih spesifik
bagi Lacan, wilayah Simbolik merupakan struktur bahasa itu sendiri, yang harus
dimasuki manusia agar menjadi subjek yang berbicara, untuk mengatakan “Aku” dan
memiliki “Aku” menandakan sesuatu yang tampak menjadi stabil. bersambung
PENULIS
Pemuda sapaan Misbah. Kini aktif di berbagai lembaga pendidikan. Sembari menjalani kehidupan sebagai seorang Mahasiswa, juga sebagai penulis lepas
0 komentar:
Post a Comment
Salam Cinta
NB:
Berkomentarlah dengan bijak
Selamat berkomentar...... :D