Bahasa Al-Quran
Maksud dari bahasa al-Quran dalam
tulisan ini bukan bahasa dengan makna leksikal sehingga dengan itu kita
memaknai bahasa al-Quran adalah bahasa Arab yang tunduk dengan struktur bahasa
Arab dengan nahwu dan sharafnya “Sesungguhnya kami menurunkannya berupa Al
Quran dengan berbahasa Arab” (Yusuf : 2). Bahasa al-Quran yang kami maksudkan
adalah pilihan dan bentuk serasi dari penyampaian yang memiliki hubungan dengan
pemahaman dan latar belakang pemikiran serta budaya yang disampaikan dalam
sebuah format tertentu. Dengan dasar definisi ini kini kita dapat melihat
al-Quran memakai bahasa apa ketika berbicara dengan manusia.
Tidak disangsikan bahwa bahasa
al-Quran tidak sebagaimana bahasa manusia pada umumnya. Karena terkadang bahasa
sangat toleran, tidak punya ketelitian awal dan aksiomatik. Dalil paling
sederhana untuk menjelaskan masalah ini adalah sumber dari bahasa manusia pada
umumnya adalah percakapan yang dilakukan antar mereka. Di sisi lain, ayat-ayat
mutasyabihat al-Quran yang dipahami lewat takwil tidak akan dapat dipahami dengan
cara pemahaman biasa.
Demikian juga, sekalipun al-Quran
memiliki variabel yang dapat dilacak dalam bahasa Arab, namun jelas betapa
al-Quran tidak mempergunakan keseluruhan metode sasteranya. Sebagai contoh,
al-Quran tidak mempergunakan pengertian imajinasi dengan makna yang biasa
dipergunakan dalam sastera terutama puisi. Karena dalam pengertian imajinasi
selalu terkandung pengertian “kreasi” atau dengan kata lain membuat-buat.
Sebuah pengertian yang berdasarkan kondisinya tidak hakiki dan jelas al-Quran
tidak akan menggunakannya sesuai dengan posisinya. Sementara itu, sekalipun
al-Quran menyampaikan pesannya dengan cara ilmiah, namun tidak menyampaikannya
dengan bahasa ilmiah. Yakni, tidak dengan pengertian dan istilah ilmiah yang
khusus dipakai para ilmuwan.
Sementra yang dimaksud dengan bahasa
simbolik, sesuai dengan istilah, adalah bahasa yang dipakai tidak sesuai dengan
arti awalnya. Tafsir yang ditulis dengan gaya sufi dan irfan lebih memakai
bahasa yang demikian. Adanya sebagian simbol-simbol dalam al-Quran menunjukkan
betapa al-Quran pun menggunakannya seperti penggunaan huruf muqattha’ah (huruf
yang terputus-putus, cerita penciptaan (khususnya cerita sujudnya para malaikat
kepada Nabi Adam as), cerita pohon larangan, Nabi Adam as yang berbicara dengan
malaikat, dialog Allah dengan malaikat, pengajaran nama-nama dan mengetahui
kalimat oleh Nabi Adam as.
Bila kita ingin menyatakan bahwa
bahasa yang lebih menguasai bahasa al-Quran adalah bahasa simbolik dengan
bersandarkan ada contoh-contoh sebelumnya, maka tampaknya kita tengah mengambil
sebuah metode yang akan bertentangan dengan tujuan penurunan al-Quran. Karena
dalam kondisi ini, pesan ini al-Quran hanya sekedar sebuah pembicaraan dengan
sejumlah khusus dari manusia-manusia pilihan seperti para Nabi dan Rasikhuna
fil Ilm. Padahal sedikitnya satu level dari pemahaman al-Quran dikhususkan
bagi orang-orang biasa seperti kita, sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh
Imam Ali as yang menyebutnya sebagai makam “ibarat”.
Di sisi lain, al-Quran sendiri
menilai dirinya sebagai “Dzikir” dan “Hidayah” yang tidak dikhususkan bagi
kelompok tertentu “Bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran
sebagai petunjuk bagi manusia” (al-Baqarah : 185) dan “Dan Al Quran itu tidak
lain hanyalah peringatan bagi seluruh umat” (al-Qalam : 52). Pembatasan bahasa
al-Quran hanya untuk kelompok-kelompok tertentu tidak dapat diterima hanya
dengan bukti kandungan al-Quran dan bahasa simbolik yang dipakainya.
Dengan demikian, bahwa al-Quran
dengan sendirinya tidak termasuk dalam bagian dari yang telah disebutkan di
atas, sekalipun mengandung contoh-contoh itu. Bahasa al-Quran adalah bahasa
lain. Karena al-Quran adalah buku yang lain. Dengan memperhatikan betapa
al-Quran menyampaikan ajaran-ajaran agama pamungkas, maka ia juga berisikan
hal-hal yang dapat dipahami oleh masyarakat biasa. Artinya, setiap orang dapat
memanfaatkannya sesuai dengan kemampuannya. Tentunya, maksud dari setiap orang
bukan berarti tanpa syarat dan kondisi. Al-Quran sendiri menjelaskan bagi orang
yang membacanya dengan niat memahami ada sifat-sifat tertentu buat mereka
seperti “Mudzakkir” (pengingat) “Dan Sesungguhnya Telah kami mudahkan Al Quran
untuk pelajaran, Maka Adakah orang yang mengambil pelajaran? (al-Qamar : 22),
“Muslim” (berserah diri) “Petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi
orang-orang yang berserah diri (al-Nahl : 89), “Mukmin” (beriman) “Dan kami
turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang
yang beriman” (al-Isra’ : 82) dan lain-lain.
Ayat-ayat di atas membuktikan betapa
al-Quran tidak dikhususkan bagi kelompok tertentu. Karena sekalipun al-Quran
terkadang menggunakan cara penyampaian biasa, namun di sisi lain kita dapat
melihat betapa banyak juga al-Quran tidak menggunakan pengertian-pengertian
sederhana dan biasa. Contohnya adalah masalah takwil dan ayat-ayat mutasyabihat
yang ada dalam al-Quran yang tidak mungkin dipahami langsung oleh setiap orang
biasa.[SL]
By Ali Kazemi
PENULIS
Pemuda sapaan Misbah. Kini aktif di berbagai lembaga pendidikan. Sembari menjalani kehidupan sebagai seorang Mahasiswa, juga sebagai penulis lepas
0 komentar:
Post a Comment
Salam Cinta
NB:
Berkomentarlah dengan bijak
Selamat berkomentar...... :D