Hello

Welcome To My Blog

MISBAHUDDIN HASAN
Semoga Tulisan di Blog ini Bermanfaat Bagi Anda

Recent

Bahasa Al-Quran

Maksud dari bahasa al-Quran dalam tulisan ini bukan bahasa dengan makna leksikal sehingga dengan itu kita memaknai bahasa al-Quran adalah bahasa Arab yang tunduk dengan struktur bahasa Arab dengan nahwu dan sharafnya “Sesungguhnya kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab” (Yusuf : 2). Bahasa al-Quran yang kami maksudkan adalah pilihan dan bentuk serasi dari penyampaian yang memiliki hubungan dengan pemahaman dan latar belakang pemikiran serta budaya yang disampaikan dalam sebuah format tertentu. Dengan dasar definisi ini kini kita dapat melihat al-Quran memakai bahasa apa ketika berbicara dengan manusia.

Tidak disangsikan bahwa bahasa al-Quran tidak sebagaimana bahasa manusia pada umumnya. Karena terkadang bahasa sangat toleran, tidak punya ketelitian awal dan aksiomatik. Dalil paling sederhana untuk menjelaskan masalah ini adalah sumber dari bahasa manusia pada umumnya adalah percakapan yang dilakukan antar mereka. Di sisi lain, ayat-ayat mutasyabihat al-Quran yang dipahami lewat takwil tidak akan dapat dipahami dengan cara pemahaman biasa.

Demikian juga, sekalipun al-Quran memiliki variabel yang dapat dilacak dalam bahasa Arab, namun jelas betapa al-Quran tidak mempergunakan keseluruhan metode sasteranya. Sebagai contoh, al-Quran tidak mempergunakan pengertian imajinasi dengan makna yang biasa dipergunakan dalam sastera terutama puisi. Karena dalam pengertian imajinasi selalu terkandung pengertian “kreasi” atau dengan kata lain membuat-buat. Sebuah pengertian yang berdasarkan kondisinya tidak hakiki dan jelas al-Quran tidak akan menggunakannya sesuai dengan posisinya. Sementara itu, sekalipun al-Quran menyampaikan pesannya dengan cara ilmiah, namun tidak menyampaikannya dengan bahasa ilmiah. Yakni, tidak dengan pengertian dan istilah ilmiah yang khusus dipakai para ilmuwan.

Sementra yang dimaksud dengan bahasa simbolik, sesuai dengan istilah, adalah bahasa yang dipakai tidak sesuai dengan arti awalnya. Tafsir yang ditulis dengan gaya sufi dan irfan lebih memakai bahasa yang demikian. Adanya sebagian simbol-simbol dalam al-Quran menunjukkan betapa al-Quran pun menggunakannya seperti penggunaan huruf muqattha’ah (huruf yang terputus-putus, cerita penciptaan (khususnya cerita sujudnya para malaikat kepada Nabi Adam as), cerita pohon larangan, Nabi Adam as yang berbicara dengan malaikat, dialog Allah dengan malaikat, pengajaran nama-nama dan mengetahui kalimat oleh Nabi Adam as.

Bila kita ingin menyatakan bahwa bahasa yang lebih menguasai bahasa al-Quran adalah bahasa simbolik dengan bersandarkan ada contoh-contoh sebelumnya, maka tampaknya kita tengah mengambil sebuah metode yang akan bertentangan dengan tujuan penurunan al-Quran. Karena dalam kondisi ini, pesan ini al-Quran hanya sekedar sebuah pembicaraan dengan sejumlah khusus dari manusia-manusia pilihan seperti para Nabi dan Rasikhuna fil Ilm. Padahal sedikitnya satu level dari pemahaman al-Quran dikhususkan bagi orang-orang biasa seperti kita, sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ali as yang menyebutnya sebagai makam “ibarat”.

Di sisi lain, al-Quran sendiri menilai dirinya sebagai “Dzikir” dan “Hidayah” yang tidak dikhususkan bagi kelompok tertentu “Bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia” (al-Baqarah : 185) dan “Dan Al Quran itu tidak lain hanyalah peringatan bagi seluruh umat” (al-Qalam : 52). Pembatasan bahasa al-Quran hanya untuk kelompok-kelompok tertentu tidak dapat diterima hanya dengan bukti kandungan al-Quran dan bahasa simbolik yang dipakainya.

Dengan demikian, bahwa al-Quran dengan sendirinya tidak termasuk dalam bagian dari yang telah disebutkan di atas, sekalipun mengandung contoh-contoh itu. Bahasa al-Quran adalah bahasa lain. Karena al-Quran adalah buku yang lain. Dengan memperhatikan betapa al-Quran menyampaikan ajaran-ajaran agama pamungkas, maka ia juga berisikan hal-hal yang dapat dipahami oleh masyarakat biasa. Artinya, setiap orang dapat memanfaatkannya sesuai dengan kemampuannya. Tentunya, maksud dari setiap orang bukan berarti tanpa syarat dan kondisi. Al-Quran sendiri menjelaskan bagi orang yang membacanya dengan niat memahami ada sifat-sifat tertentu buat mereka seperti “Mudzakkir” (pengingat) “Dan Sesungguhnya Telah kami mudahkan Al Quran untuk pelajaran, Maka Adakah orang yang mengambil pelajaran? (al-Qamar : 22), “Muslim” (berserah diri) “Petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (al-Nahl : 89), “Mukmin” (beriman) “Dan kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman” (al-Isra’ : 82) dan lain-lain.

Ayat-ayat di atas membuktikan betapa al-Quran tidak dikhususkan bagi kelompok tertentu. Karena sekalipun al-Quran terkadang menggunakan cara penyampaian biasa, namun di sisi lain kita dapat melihat betapa banyak juga al-Quran tidak menggunakan pengertian-pengertian sederhana dan biasa. Contohnya adalah masalah takwil dan ayat-ayat mutasyabihat yang ada dalam al-Quran yang tidak mungkin dipahami langsung oleh setiap orang biasa.[SL]
By Ali Kazemi

Share this:

PENULIS

Pemuda sapaan Misbah. Kini aktif di berbagai lembaga pendidikan. Sembari menjalani kehidupan sebagai seorang Mahasiswa, juga sebagai penulis lepas

BERGABUNGDENGAN PERCAKAPAN

0 komentar:

Post a Comment

Salam Cinta
NB:
Berkomentarlah dengan bijak
Selamat berkomentar...... :D