Hello

Welcome To My Blog

MISBAHUDDIN HASAN
Semoga Tulisan di Blog ini Bermanfaat Bagi Anda

Recent

Kasih Tuhan Tak Berbatas

Suatu hari, Dzunnun Al-Mishri hendak mencuci pakaian di tepi sungai Nil. Tiba-tiba ia melihat seekor kalajengking yang sangat besar. Binatang itu mendekati dirinya dan segera akan menyengatnya.
Dihinggapi rasa cemas, Dzunnun memohon perlindungan kepada Allah swt agar terhindar dari cengkeraman hewan itu. Ketika itu pula, kalajengking itu membelok dan berjalan cepat menyusuri tepian sungai. Dzunnun pun mengikuti di belakangnya.
Tidak lama setelah itu, si kalajengking terus berjalan mendatangi pohon yang rindang dan berdaun banyak. Di bawahnya, berbaring seorang pemuda yang sedang dalam keadaan mabuk. Si kalajengking datang mendekati pemuda itu. Dzunnun merasa khawatir kalau-kalau kalajengking itu akan membunuh pemuda mabuk itu.
Dzunnun semakin terkejut ketika melihat di dekat pemuda itu terdapat seekor ular besar yang hendak menyerang pemuda itu pula. Akan tetapi yang terjadi kemudian adalah di luar dugaan Dzunnun. Tiba-tiba kalajengking itu berkelahi melawan ular dan menyengat kepalanya. Ular itu pun tergeletak tak berkutik. Sesudah itu, kalajengking kembali ke sungai meninggalkan pemuda mabuk di bawah pohon. Dzunnun duduk di sisi pemuda itu dan melantunkan syair, Wahai orang yang sedang terlelap, ketahuilah, Yang Maha Agung selalu menjaga dari setiap kekejian yang menimbulkan kesesatan. Mengapa si pemilik mata bisa sampai tertidur? Padahal mata itu dapat mendatangkan berbagai kenikmatan
Pemuda mabuk itu mendengar syair Dzunnun dan bangun dengan terperanjat kaget. Segera Dzunnun menceritakan kepadanya segala yang telah terjadi. Setelah mendengar penjelasan Dzunnun, pemuda itu sadar. Betapa kasih sayang Allah sangat besar kepada hambanya. Bahkan kepada seorang pemabuk seperti dirinya, Allah masih memberikan perlindungan dan penjagaan-Nya. 

***

Pada satu saat, Malik bin Dinar pergi berhaji ke Mekkah. Di dalam perjalanan, ia melewati padang ilalang dan hutan belantara. Pada satu tempat, ia tertegun melihat seekor gagak yang terbang membawa sebongkah roti di paruhnya. Malik menyaksikan burung gagak itu dengan rasa curiga. Ia merasa bahwa ada sesuatu di balik terbangnya burung gagak dengan sepotong roti. Karena itu, Malik mengikuti jejak burung itu. Sampailah ia di sebuah gua. Ia mendekat dan masuk mulut gua. Ia memandang sekilas isi gua itu. Ia terkejut, ternyata di dalam gua itu terdapat sesosok tubuh dengan tangan dan kaki yang terikat. Si gagak yang ia ikuti tengah memasukkan roti itu ke mulut orang yang terikat, sedikit demi sedikit. Setelah roti itu habis, gagak terbang kembali ke angkasa.
Malik tertegun melihat semua ini dan bertanya kepada laki-laki yang terikat itu, Hai siapakah engkau? Orang itu menjawab, Semula aku akan pergi haji. Di tengah perjalanan, hartaku dirampas para penyamun. Mereka mengikatku dan melemparkanku ke tempat ini. Sudah lima hari aku tidak menemukan makanan tetapi aku masih bersabar dan berdoa. Aku yakin bahwa Dia (Allah) akan mengabulkan doa hamba-Nya yang ditimpa kemalangan. Setelah itu, datang seekor gagak diutus Tuhan. Setiap hari burung itu memberikan makanan dan minuman untukku.
Setelah mendengar cerita orang itu, Malik bin Dinar melepaskan ikatannya. Orang itu segera bersujud mensyukuri perlindungan dan penjagaan Tuhan yang tak terputus untuknya.
Mereka berdua pun melanjutkan perjalanan menuju Baitullah. 

Mengikuti Hawa Nafsu Menuju Setan

Alkisah, hiduplah seorang alim yang sangat tekun beribadah sepanjang waktu. Ia tinggal di pondoknya yang terpencil di tengah hutan. Kerjanya hanya mengabdi kepada Tuhan. Namanya Barshisa. Di zaman itu, negerinya diperintah oleh seorang Raja. Pada suatu hari, permaisuri Raja itu melahirkan seorang bayi perempuan yang amat cantik. Karena khawatir anak perempuannya tersentuh tangan laki-laki, Raja mengirimkan anaknya ke pondok Barshisa.
Barshisa pun memelihara anak itu. Ketika anak itu sampai di masa remaja, kecantikannya tiba pada puncaknya. Iblis datang menggoda sang alim itu. Akhirnya, terjadilah apa yang diharapkan Iblis, putri cantik itu hamil. Ketika hamilnya mulai tampak, Iblis datang lagi dan berkata kepada orang alim itu, Hai Barshisa, kau adalah seorang zahid. Jika wanita yang kau hamili ini melahirkan, sudah pasti perbuatan hinamu ini akan tersebar di kalangan masyarakat. Oleh karena itu, bunuhlah wanita ini sebelum melahirkan. Lalu katakan kepada Raja bahwa putrinya meninggal karena suatu penyakit. Niscaya semua orang akan mempercayaimu dan sama-sama membenarkanmu. Kemudian kamu dapat menguburkan mayatnya tanpa sepengetahuan orang. Terpengaruh oleh godaan Iblis dan takut bila aibnya diketahui orang, si alim pun membunuh putri Raja. Ia lalu pergi ke hadapan Raja dan melaporkan kematian putrinya. Raja pun percaya dan memberi izin untuk menguburkannya.Mendapat izin Raja, Barshisa menjadi lega dan ia segera menguburkan mayat putri itu dengan senang hati. Sebentar kemudian, Iblis datang lagi ke hadapan Raja. Ia memberitahukan segala perbuatan Barshisa kepadanya. Ia berkata, Bongkarlah kuburan putrimu itu, lalu bedah perutnya. Jika di dalamnya kau temukan seorang bayi, maka kata-kataku ini benar. Jika tidak, kau boleh membunuhku.

Raja sangat heran mendengar omongan Iblis itu. Ia lalu menggali kubur dan membedah perut anaknya. Alangkah terkejutnya ia ketika mendapati seorang bayi di perut putrinya. Mengetahui perbuatan sang alim yang amat keji, Raja amat marah. Ia membawa Barshisa ke istana untuk dihukum salib. Di saat Barshisa terlentang di tiang salib menanti saat-saat kematiannya, Iblis kembali datang ke hadapannya dan berkata, Hai Barshisa, aku dapat menolongmu dan melepaskanmu dari tiang salib ini, asalkan kau bersedia bersujud kepadaku. Karena kau berada di tiang salib, kau cukup tundukkan kepalamu ke arahku. Demi terbebas dari kematian, sang alim itu pun menurut. Ia menundukkan kepalanya sebagai tanda sujud kepada Iblis. Setelah itu, Iblis berkata, Aku tak bisa menolongmu. Aku takut kepada Allah seru sekalian alam. Iblis meninggalkannya dalam tiang salib. Matilah orang yang semula alim taat beribadah itu dalam keadaan kafir, menyembah Iblis. 

Pilihan yang tepat

Raja Harun Al-Rasyid, seorang dari keturunan Bani Abbasiyah, memiliki seorang budak perempuan yang berparas buruk, berkulit hitam, dan tidak enak dipandang mata.
Pada suatu hari, Raja menaburkan uang untuk semua budaknya. Para budak saling berebut dan berlomba untuk mendapatkan uang tersebut kecuali seorang budak perempuan hitam yang buruk rupa itu. Ia tetap diam dan hanya memandang wajah Baginda. Raja merasa amat keheranan dan bertanya, Mengapa kau diam saja? Ikutlah bersama teman-temanmu memperebutkan uang.
Budak itu menjawab, Wahai Baginda khalifah, jika semua budak berlomba untuk mendapatkan uang taburan Baginda, maka yang hamba impikan berbeda dengan mereka. Yang hamba ingankan bukan uang taburan itu tapi yang hamba inginkan adalah sang pemilik uang taburan itu.Mendengar jawaban budak itu, Raja Harun tercengang dan merasa takjub. Karena rasa kagumnya, ia jadikan budak itu sebagai permaisurinya.Berita perkawinan seorang raja dengan budaknya tersebar kepada para pejabat lainnya. Mereka semua mencemooh Raja Harun dan mencela Raja yang mempersunting seorang budak hitam.
Raja mendengar semua cemoohan ini, ia lalu mengumpulkan semua pejabat itu dan menegur mereka.
Kemudian Raja memerintahkan untuk mengumpulkan semua budak di negerinya. Ketika semua budak telah berkumpul di hadapan Raja, Raja memberikan kepada masing-masing budak segelas berlian untuk dihancurkan.
Namun, semua budak menolak pemberian itu. Kecuali si budak hitam yang buruk rupa itu. Tanpa ragu, gelas itu diterima dan ia pecahkan. Menyaksikan hal ini, para pejabat itu berkata, Lihatlah budak hitam yang berperilaku sangat menjijikan ini!
Raja lalu menoleh ke arah budak hitamnya dan bertanya, Mengapa kau hancurkan gelas itu? Budak hitam menjawab, Aku lakukan hal ini karena perintahmu.
Menurut pendapat hamba, jika gelas ini aku pecahkan, berarti aku telah mengurangi perbendaharaan Khalifah. Tapi jika hamba tidak lakukan perintah Tuan, berarti aku telah melanggar titah Khalifah. Bila gelas ini hamba hancurkan, hamba pastilah seorang yang gila. Namun bila gelas ini tidak hamba pecahkan, berarti hamba telah melanggar perintah Khalifah. Bagiku, pilihan yang pertama lebih mulia daripada yang kedua. Mendengar jawaban yang singkat itu, semua pejabat yang hadir di tempat itu tercengang dan mengakui kecerdasan budak hitam itu. Akhirnya mereka menaruh hormat kepadanya dan memahami mengapa sang Khalifah jatuh hati kepadanya.

Share this:

PENULIS

Pemuda sapaan Misbah. Kini aktif di berbagai lembaga pendidikan. Sembari menjalani kehidupan sebagai seorang Mahasiswa, juga sebagai penulis lepas

BERGABUNGDENGAN PERCAKAPAN

0 komentar:

Post a Comment

Salam Cinta
NB:
Berkomentarlah dengan bijak
Selamat berkomentar...... :D