Hello

Welcome To My Blog

MISBAHUDDIN HASAN
Semoga Tulisan di Blog ini Bermanfaat Bagi Anda

Recent

Memahami Diri dalam Wacana Psikologi (6)

Yang Real, dan fase kebutuhan, berlangsung dari lahir hingga masa usia antara 6 dan 18 bulan, ketika gumpalan bayi mulai bisa membedakan antara tubuhnya dan segala sesuatu lainnya di dunia. Pada titik ini, bayi bergeser dari memiliki kebutuhan menjadi memiliki permintaan. Permintaan tidak dapat dipuaskan dengan objek-objek; permintaan itu selalu merupakan suatu permintaan akan pengakuan dari yang lain, akan cinta dari yang lain.

Prosesnya berjalan sebagai berikut: bayi mulai menyadari bahwa dia terpisah dari yang lainnya, bahwa di luar dirinya ada benda-benda yang bukan bagian dari dirinya; maka ide tentang “liyan” diciptakan. (Bagaimanapun, perlu diingat, bahwa pada saat yang sama oposisi biner “diri/liyan” belum lagi eksis, dikarenakan bayi masih belum memiliki pemahaman koheren tentang “diri”). Kesadaran akan pemisahan, atau fakta akan keliyanan, menciptakan kecemasan, suatu perasaan kehilangan. Bayi kemudian memintakan penyatuan kembali, suatu gerak kembali kepada perasaan awal akan kepenuhan dan non-pemisahan yang pernah dirasakan di wilayah Yang Real. Tetapi hal tersebut mustahil, sekalinya bayi mengetahui (dan, harus diingat, kemengetahuan ini seluruhnya terjadi pada tingkatan tak sadar) bahwa ide tentang “liyan” sudah eksis.

Permintaan bayi dipenuhi oleh liyan, untuk kembali kepada rasa penyatuan awal; bayi menginginkan ide tentang liyan itu hilang. Permintaan tersebut kemudian menjadi permintaan akan kepenuhan dan keutuhan, dari liyan yang akan menutupi kekurangan yang dialami bayi. Tetapi, tentu saja ini mustahil, karena kekurangan tersebut, atau ketiadaan, perasaan akan ke-“liyan”-an, adalah kondisi bagi bayi untuk menjadi diri/subjek, suatu makhluk budaya yang berfungsi. 

Karena permintaan itu adalah pengakuan dari yang lain, hal tersebut tidak bisa benar-benar dipenuhi, hanya dikarenakan bayi berusia 6 hingga 18 tahun tidak dapat mengatakan apa yang diinginkannya. Sang bayi menangis, dan sang ibu memberikannya botol, atau payudara, atau dot, atau sesuatu, tetapi tak ada objek yang dapat memuaskan permintaan tersebut—permintaan itu adalah respons pada suatu tingkatan yang berbeda. Sang bayi tidak dapat mengenali cara bagaimana sang ibu merespons terhadap hal tersebut, dan mengenalinya, karena bayi belum lagi memiliki konsepsi tentang dirinya sebagai sesuatu—bayi hanya mengetahui bahwa ide tentang “liyan” itu eksis, dan bahwa ia terpisah dari “liyan”, tetapi ia belum lagi memiliki ide tentang siapa “diri”-nya sebenarnya.

Disinilah terjadinya tahapan cermin menurut Lacan. Pada usia antara 6 hingga 18 bulan, sang bayi atau anak belum lagi menguasai tubuhnya; ia tidak memiliki kendali atas gerak-geriknya sendiri, dan ia belum lagi memiliki pemahaman akan tubuhnya sebagai keutuhan. Malahan, sang bayi mengalami tubuhnya sebagai terfragmentasi, atau terpencar-pencar—hanya sebatas bagian apa pun dari tubuhnya yang berada dalam jangkauan pandangannya sejauh bayi dapat melihatnya, tetapi menghilang manakala sang bayi tidak dapat melihatnya. Sang bayi mungkin bisa melihat tangannya sendiri, tetapi ia tidak mengetahui bahwa tangan tersebut miliknya—tangan tersebut bisa saja milik siapa pun, atau bukan siapa pun. Bagaimana pun, anak pada tahapan ini dapat membayangkan dirinya sendiri sebagai keutuhan—karena ia telah melihat orang lain, dan mencerap mereka sebagai wujud utuh. bersambung

Share this:

PENULIS

Pemuda sapaan Misbah. Kini aktif di berbagai lembaga pendidikan. Sembari menjalani kehidupan sebagai seorang Mahasiswa, juga sebagai penulis lepas

BERGABUNGDENGAN PERCAKAPAN

0 komentar:

Post a Comment

Salam Cinta
NB:
Berkomentarlah dengan bijak
Selamat berkomentar...... :D