Asal Usul Islam(2)
Padang pasir di sekitar Mekkah yang tak bersahabat
membuat beberapa suku merasa tenang hidup di Mekkah. Namun, sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi perdagangan yang sangat cepat, biaya kehidupan di Mekkah
menjadi masalah baru bagi suku-suku itu. Orang-orang Baduy itu mempunyai cara
pandang dan etika kesukuan tertentu, misalnya watak egalitarian. Mereka
terbiasa bebas dari semua bentuk tanggungjawab kecuali sebatas apa yang
menyangkut suku mereka. Suku-suku padang pasir itu hidup nomadik, karena itu
tidak banyak mengembangkan tradisi pemilikan pribadi kecuali sebatas hewan
peliharaan dan persenjataan ringan. Kebutuhan-kebutuhan mereka pun sangat
sederhana sekedar untuk melangsungkan kehidupan dan ditandai tidak adanya
ekonomi uang (cash economy). Oleh
karena itu, masalah akumulasi dan pemusatan kekayaan, tidak muncul.
Di satu sisi, masyarakat pedagang (yang berdasar pada
sirkulasi produk, bukan pada produksinya), tergantung pada perluasan ekonomi
uang. Masyarakat ini mengembangkan lembaga-lembaga pemilikan pribadi,
memperbanyak keuntungan, menumuhkan disparitas ekonomi dan pemusatan kekayaan.
Etika masyarakat perdagangan itu tentu saja bertabrakan dengan etika masyarakat
kesukuan. Kebangkrutan sosial di Mekkah, sesungguhnya berakar pada
konflik-konflik ini. Karena cepatnya perkembangan operasi perdagangan, beberapa
pedagang yang memiliki keahlian yang berasal dari berbagai klan dan suku, terus
menerus memperbanyak kekayaan pribadinya. Bahkan mereka membentuk korporasi
bisnis antar-suku dan menerapkan monopoli pada kawasan bisnis tertentu di
tempat asal mereka. Orang-orang lemah dan tersingkir dari persaingan bebas ini
mencoba membentuk asosiasi yang mereka sebut Hilf al-Fudul (Liga Orang-orang Tulus).
Nabi tergabung dalam Liga ini dan selalu merasa bangga
dengan persekutuannya dengan Liga tersebut. Berbagai penjelasan telah
ditawarkan untuk pembentukan Liga ini.9
Demikian
pula orang-orang miskin, lemah, terlantar dan tak terlindungi yang terjebak
dalam proses sosial yang tak terelakkan itu merebak di pinggiran kota
perdagangan Mekkah. Dalam struktur masyarakat kesukuan, hancurnya struktur
masyarakat kesukuan di Mekkah bertanggungjawab terhadap terbukanya pintu
ketegangan sosial.10
Sementara itu, monopoli perdagangan sedang muncul di Mekkah.11
Agama
apapun, sebagaimana telah dinyatakan di muka, membawa ciri-ciri asal-usul
kelahirannya, sekalipun agama itu agama wahyu. Ajaran Islam sebagaimana
dinyatakan di dalam Al-Qur'an, tanpa pengecualian juga terkena hukum ini. Tuhan
menjanjikan dalam Al-Qur'an untuk mengutus seorang pembimbing atau seorang
pemberi peringatan ketika suatu masyarakat menghadapi krisis sosial dan krisis
moral. Muhammad dipilih sebagai instrumen kemahabijaksanaan Tuhan untuk
membimbing dan membebaskan rakyat Arabia dari krisis moral dan sosial yang
lahir dari penumpukkan kekayaan yang berlebih-lebihan sehingga menyebabkan
kebangkrutan sosial. Islam bangkit dalam setting
sosial Mekkah, sebagai sebuah gerakan keagamaan, namun lebh dari itu, ia
sesungguhnya sebuah gerakan transformasi dengan implikasi sosial ekonomi yang
sangat mendalam. Islam, dengan kata lain, menjadi tantangan serius bagi kaum
monopolis Mekkah.
Harus dicatat, kaum hartawan Mekkah, bukan tidak mau
menerima ajaran-ajaran keagamaan Nabi--sebatas ajaran-ajaran tentang
penyembahan kepada satu Tuhan (Tauhid). Hal itu bukanlah sesuatu yang
merisaukan mereka. Yang merisaukan mereka justru implikasi-implikasi
sosial-ekonomi dari risalah Nabi itu. Seperti diketahui, di sana telah
berkembang kepentingan ekonomi perdagangan yang sangat kuat. Mereka semuanya
merasakan bahwa di dalam risalah Nabi terdapat suatu yang mengancam kepentingan
mereka, yakni kepentingan akumulasi kekayaan yang selama ini berjalan tanpa
rintangan. Namun sekarang ayat-ayat Al-Qur'an mencela penumpukan kekayaan itu.
Salah satu ayat yang diturunkan di Mekkah pada awal-awal Islam mengatakan: "Celakalah bagi setiap pengumpat dan
pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya. Dia mengira bahwa
harta itu dapat mengekalkannya. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar
akan dilemparkan ke dalam Huthomah. Dan tahukan kamu Huthomah itu? (yaitu) api
(yang disediakan) Allah yang dinyalakan, yang (membakar) sampai ke ulu hati.".[1] bersambung
PENULIS
Pemuda sapaan Misbah. Kini aktif di berbagai lembaga pendidikan. Sembari menjalani kehidupan sebagai seorang Mahasiswa, juga sebagai penulis lepas
0 komentar:
Post a Comment
Salam Cinta
NB:
Berkomentarlah dengan bijak
Selamat berkomentar...... :D