Pengertian Bahasa al-Quran
Karya-karya peneliti terdahulu
sebenarnya tidak kosong seluruhnya dari kajian bahasa al-Quran. Namun untuk
menemukan metode modern pembacaan teks dengan bantuan ilmu semantik dan
hermeneutik masih harus perlu penelitian mendalam, bila kita tidak ingin
mengatakan masih kosong. Selain satu atau dua peneliti warga negara Arab, para
peneliti al-Quran kontemporer tidak banyak melakukan riset dengan metode ini.
Kini, sebagai sebuah perbandingan, dalam pembahasan yang berhubungan dengan
hasil-hasil yang dicapai filsafat tentang agama, maka kini diperkenalkanlah apa
yang disebut filsafat agama. Nah, bahasa agama yang dikaji dalam filsafat agama
yang disampaikan secara umum itu dikajis secara serius dan khusus dalam studi
bahasa al-Quran, di mana setidak-tidaknya hal itu dikaji dalam masalah
kemungkinan memahami bahasa al-Quran.
Dengan dasar ini, muncul
pertanyaan-pertanyaan seperti berikut: Apa sebenarnya makna dari
pengertian-pengertian semacam ini yang bersumber dari bahasa al-Quran? Apa
hubungannya dengan kesepakatan bahasa yang dipakai manusia? Mengapa bahasa
al-Quran memakai simbol dan dalam kondisi seperti apa al-Quran memakainya? Apa
kunci pembuka untuk memahami simbol-simbol tersebut dan bagaimana kita dapat
sampai pada pengertian asli teks? Pendeknya, pertanyaan pokok dalam kajian
bahwa al-Quran adalah bagaimana al-Quran berbicara? Saat menyampaikan pesannya.
dalam format, konteks dan kondisi seperti apa al-Quran berbicara, sehingga
dengan cara pandang itu kita dapat mengkaji al-Quran?
Kita tahu bahwa bagian dari
hermeneutik modern adalah mengkaji metode-metode pemahaman dan takwil teks-teks
suci sebagai karya sastera. Yakni, deskripsi bahasa simbol teks-teks suci
dengan asumsi bahwa substansinya dapat diketahui lewas penjelasan metodologi
bahasa dan ada penjelasan bagi hakikat makna yang berbeda-beda. Masalah ini
sangat penting buat memahami al-Quran. Karena kita akan mendapatkan kasus-kasus
dalam al-Quran di mana penjelasan dan bahasanya dengan bagian-bagian lain
sangat berbeda. Sebagai contoh di sebagian ayat proposisi al-Quran mutlak
bersifat laporan dan langsung (seperti kasus-kasus penjelasan hukum-hukum
syariat) dan terkadang proposisi al-Quran mengambil bentuk lain. Hal ini
kembali pada penjelasan al-Quran sendiri yang menyebutkan bahwa sebagian dari
ayat-ayat al-Quran dapat ditakwil dan penakwilan itu hanya diketahui oleh Allah
dan mereka yang disebut “Rasikhuna fil Ilm” (orang-orang yang mendalam ilmunya,
Ali Imran : 7).
Jelas, perubahan penyampaian akan
mengetengahkan klasifikasi khusus dalam metode penyampaian al-Quran yang dapat
dikaji juga dalam tema bahasa al-Quran. Kini, berbagai pertanyaa di kemukakan
yang berhubungan erat dengan al-Quran, sementara jawabannya hanya dapat
ditelusuri dalam riset mengenai bahasa al-Quran. Sebagai contoh, lihat beberapa
kasus berikut ini:
1. Dalam al-Quran ada tema-tema yang
bila dipandang secara lahiriah tidak dapat dijelaskan dengan sains modern
seperti masalah tujuh langit dan penciptaan Nabi Adam as dari tanah.
2. Dalam al-Quran terdapat ayat-ayat
al-Quran yang makna lahiriahnya tidak sesuai dengan akidah Islam seperti, “Dan
datanglah Tuhanmu, sedang malaikat berbaris-baris” (al-Fajr : 22), “Tuhan yang
Maha Pemurah. yang bersemayam di atas 'Arsy” (Thahaa : 5), “Wajah-wajah
(orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka
Melihat (al-Qiyamah : 22-23).
3. Pertanyaan-pertanyaan penting dan
sulit biasanya terkait dengan kajian bahasa al-Quran dan itu terkait dengan
masalah ayat-ayat al-Quran yang tidak kontinyu dan sinkron. Menurut sebagian
pemikir, kekhususan gaya al-Quran dalam permulaan tahapan membaca adalah
menarik perhatian dan tidak seperti biasanya, tidak kontinyu dan tidak memiliki
bentuk lahiriah yang harmonis serta sistem yang normal dan biasa dipakai.1
Sebagai bukti kita lihat betapa
surat al-Baqarah yang menjadi surat terpanjang dalam al-Quran memiliki tema-tema
yang berbeda-beda dan asing satu dengan lainnya. Thaha Husein membongkar
perbedaan yang ada dengan menjelaskan kandungan yang
berbeda-beda dari surat ini.2
Kini, kami harus mengatakan bahwa
mayoritas pakar al-Quran menilai perbedaan dan tidak ada keserasian lahiriah
dalam ayat-ayat al-Quran terkait erat dengan kekhususan bahasa al-Quran yang
memiliki “sistem suci” yang berlaku berbeda dengan sistem rasional yang ada.
Kami mengenal sebagian pakar yang ketika menghadapi isu ketidakserasian
lahiriah ayat-ayat al-Quran berusaha menjawab masalah ini dengan
mengingkarinya. Kelompok ini tidak sadar bahwa sekalipun kita menerima asumsi
sebelumnya bahwa ketidakserasian lahiriah ayat-ayat al-Quran adalah sebuah
kekhususan metode al-Quran, hal ini tidak menafikan keraguan terhadap al-Quran
dan wahyu sebagai satu kesatuan, atau sederhananya, kedua masalah ini tidak
melazimi yang lain. Kelompok ini seperti Arthur John Arbury yang meyakini bahwa
fluktuasi tiba-tiba kandungan dan arti merupakan susunan alamiah al-Quran.
Baiklah, tapi dalam pembahasan ini
kita mendapati betapa fluktuasi dan irama tidak ditemukan di seluruh al-Quran.
Saat kita menemukan fluktuasi dan irama dalam ayat-ayat al-Quran hal itu
menciptakan bentuk yang berbeda dari bahasa yang ada dan dampaknya adalah kita
harus memahaminya dengan cara yang lain. Masalah keserasian ayat-ayat al-Quran
dapat ditemukan di kebanyakan para pakar al-Quran muslim terdahulu. Jalaluddin
al-Suyuthi dalam bukunya “Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul” di akhir ayat 88
surat Isra’ dengan gamblang dia menjelaskan masalah ini.3
By Ali Kazemi
PENULIS
Pemuda sapaan Misbah. Kini aktif di berbagai lembaga pendidikan. Sembari menjalani kehidupan sebagai seorang Mahasiswa, juga sebagai penulis lepas
0 komentar:
Post a Comment
Salam Cinta
NB:
Berkomentarlah dengan bijak
Selamat berkomentar...... :D