Memahami Diri dalam Wacana Psikologi (1)
Pembehasan
mengenai pembagian absolut antara ide dan ego, Sigmund Freud menawarkan gagasan
tentang diri manusia. Oa menyakini bahwa dalam diri manusia ada dua dimensi
yang saling berlawan yaitu kesadaran dan ketaksadaran. Baginya, tindakan,
pemikiran, kepercayaan dan segala bentuk konsep tentang diri dibentuk oleh ketaksadaran
dan berbagai macam dorongan dalam diri seperti hasrat. Berbeda halnya dengan
pandangan para humanis barat secara umum mendefenisikan diri sebagai operasi
kesadaran, seperti rasionalitas, kehendak bebas, dan swa-refleksi.
Seorang
psikoanalisis Prancis, Jacques Lacan, awalnya ditraining sebagai seorang
psikiatri, dan pada tahun 1930-an dan 40-an, dia bekerja menangani para pasien
psikotik; lalu pada tahun 1950-an dia mulai mengembangkan pandangan
psikoanalisisnya sendiri yang didasarkan pada berbagai gagasan yang
diartikulasikan dalam antropologi dan linguistik strukturalis. Dapat dikatakan
bahwa Lacan adalah (Freud + Saussure), dengan sedikit sentuhan Lévi-Strauss,
dan bahkan sedikit bumbu Derrida dan Heidegger. Tapi, pengaruh utama atau
pendahulunya adalah Freud. Lacan mereinterpretasikan Freud dengan menggunakan
teori-teori strukturalis dan postrukturalis, mengalihkan psikoanalisis dari
teori atau filsafat yang pada hakikatnya bersifat humanis menjadi teori atau
filsafat psikoanalisis.
Salah
satu premis dasar humanisme, sebagaimana sudah banyak dikenal, mengandaikan
adanya sesuatu yang dianggap sebagai diri stabil, yang memiliki seluruh
keunggulan seperti kehendak bebas dan swa-determinasi. Gagasan Freud tentang
ketaksadaran merupakan salah satu gagasan yang mulai mempertanyakan, atau mendestabilisasikan,
pandangan ideal tentang diri tersebut. Bisa dikatakan bahwa, dalam permasalahan
tersebut, Freud merupakan salah satu pendahulu postrukturalis. Namun, Freud
berharap bahwa dengan mencutakan muatan ketaksadaran ke dalam kesadaran, dia
dapat meminimalisir represi dan neurosis—dia membuat deklarasi terkenal tentang
hubungan antara ketaksadaran dan kesadaran, yang menyatakan bahwa “Wo Es War,
Soll Ich Werden”: Di mana ada Id, di situ ada sang Aku (Ego). Dengan perkataan
lain, “id” (ketaksadaran) akan digantikan oleh “Aku”, oleh kesadaran dan
identitas-diri. Sasaran Freud adalah untuk memperkuat Ego, sang “Aku”,
identitas rasional/sadar, sehingga ego akan menjadi lebih kuat daripada
ketaksadaran. bersambung
PENULIS
Pemuda sapaan Misbah. Kini aktif di berbagai lembaga pendidikan. Sembari menjalani kehidupan sebagai seorang Mahasiswa, juga sebagai penulis lepas
0 komentar:
Post a Comment
Salam Cinta
NB:
Berkomentarlah dengan bijak
Selamat berkomentar...... :D