Memahami Diri dalam Wacana Psikologi (12)
Jadi,
ringkasnya, teori Lacan dimulai dengan ide tentang Yang Real; inilah penyatuan
dengan tubuh ibu, yang merupakan state of nature, dan harus dipecahkan untuk
membangun budaya. Sekalinya Anda bergerak keluar dari Yang Real, Anda tidak
akan pernah kembali, tetapi Anda selalu menginginkannya. Inilah ide pertama
tentang kehilangan atau kekurangan yang tidak dapat diperoleh kembali.
Berikutnya
datanglah tahapan Cermin, yang membentuk Imajiner. Di sini Anda memahami ide
tentang liyan dan mulai memahami Keliyanan sebagai prinsip atau konsep
penstrukturan, dan kemudian mulai memformulasi gagasan tentang “diri”. “Diri”
ini (sebagaimana terlihat di cermin) kenyataannya adalah liyan, tetapi Anda
salah mengenalinya sebagai Anda, dan menyebutnya “diri”. (Atau, dalam non-teori
bahasa, Anda melihat ke cermin dan mengatakan “hei, itulah aku.” Tetapi
bukan—itu hanyalah citraan).
Pemahaman
akan diri ini, dan relasinya dengan liyan dan Liyan, menyebabkan Anda mengambil
posisi dalam tatanan Simbolik, dalam bahasa. Posisi semacam itu memungkinkan
Anda berkata “Aku”, menjadi subjek yang berbicara. “Aku” (dan seluruh kata-kata
lainnya) memiliki makna stabil karena mereka ditetapkan, atau dijangkarkan,
oleh Liyan/Phallus/Nama-Sang-Ayah/Hukum, yang merupakan pusat dari Simbolik,
pusat dari bahasa.
Dalam
mengambil posisi di tataran Simbolik, Anda memasukinya melalui pintu keluar
masuk yang ditandai secara gender; posisi bagi anak perempuan berbeda dari
posisi untuk anak laki-laki. Anak laki-laki lebih dekat ke Phallus daripada anak
perempuan, tetapi tak aa seorang yang telah menjadi atau memiliki
phallus—itulah pusat. Posisi Anda di tataran Simbolik, seperti posisi seluruh
elemen pertandaan lainnya (penanda-penanda) ditetapkan oleh Phallus; tak sama
dengan ketaksadaran, rantai penanda-penanda di tataran Simbolik tidak
bersirkulasi dan menggelincir tanpa henti karena Phallus membatasi permainan.
Secara
paradoks—seolah-olah kesemuanya ini tidak cukup buruk—Phallus dan Yang Real
benar-benar serupa. Keduanya merupakan tempat di mana benda-benda adalah utuh,
lengkap, penuh, menyatu, di mana tak ada kekurangan, atau Kekurangan. Keduanya
merupakan tempat yang tidak dapat diakses oleh manusia subjek-dalam-bahasa.
Tapi keduanya pun saling bertentangan: Yang Real adalah maternal, ranah yang darinya
kita muncul, sifat dasar yang kita harus berpisah darinya agar memiliki budaya;
Phallus adalah ide tentag Sang Ayah, tatanan patriarkal dari budaya, ide ultima
dari budaya, posisi yang mengatur segalanya di dunia.
*******
Lacan
tidaklah menuliskan pemikirannya dalam bentuk tesis-tesis, karena dia sendiri
lebih berupaya untuk memetakan bentuk dan isi ketaksadaran manusia. Pandangan
tersebut berakar dari keyakinannya bahwa ketaksadaran itu “terstruktur seperti
bahasa”, dan berbagai paparannya, seperti diuraikan di atas, mencoba
mengejawantahkan aturan-aturan bahasa tersebut. Mengikuti konsepsinya tentang
bahasa, hal itu berarti bahwa teks Lacan memainkan suatu ketergelinciran terus
menerus serta penundaan makna yang dihasilkan oleh substitusi dan pemindahan
yang tak terelakkan dari penanda-penanda. Karenanya, permukaan dari teks Lacan
merupakan bagian dari produksi teoretisnya, dan tidak dapat direduksi menjadi
tesis-tesis tanpa berakibat akan kehilangan hal yang esensial dari teorinya.
Bagaimanapun, justru reduksi teori Lacan menjadi tesis-tesis merupakan suatu
penilai esensial sains, yang terkadang diinginkan oleh Lacan sendiri. tamat
PENULIS
Pemuda sapaan Misbah. Kini aktif di berbagai lembaga pendidikan. Sembari menjalani kehidupan sebagai seorang Mahasiswa, juga sebagai penulis lepas
0 komentar:
Post a Comment
Salam Cinta
NB:
Berkomentarlah dengan bijak
Selamat berkomentar...... :D