Teologi: Kalam Tuhan 1
Para penganut agama-agama samawi
meyakini bahwa Allah memiliki kalam dan berbicara. Dan berbicara adalah salah
satu dari sifat Allah. Mereka meyakini bahwa Allah berbicara dengan para nabi
dan dengan perantaraan para nabi itu Allah menyampaikan dan menurunkan perintah
serta larangan-Nya. Tidak ada keraguan dalam hal ini, yang menjadi pembahasan
ialah apakah kalam Ilahi itu bersifat hadis (sesuatu yang tercipta) atau
qadim (bersifat azali)?
Pembahasan mengenai qadim atau
hadisnya kalam Ilahi merupakan salah satu pembahasan teologi di awal terbitnya
agama Islam dan juga merupakan pembahasan teologi yang dipandang paling rumit
dan selalu menjadi pembahasan dalam sepanjang sejarah Islam. Pembahasan ini
tidak hanya dibahas oleh umat islam, tetapi juga telah dikaji sebelumnya oleh
para penganut agama Kristen.
Dengan melihat relasi antara umat
Islam dan umat Kristen bisa kita perkirakan terjalin keterikatan saling
mempengaruhi dalam masalah akidah dimana hal ini bisa dibuktikan dengan merujuk
kepada kitab-kitab sejarah dan kitab-kitab teologi.
Sebenarnya pembahasan apakah kalam
Ilahi itu bersifat qadim atau hadis terdapat banyak pendapat dan akan kami
sebutkan sebagai berikut:
1. Mazhab Hanbali
Pengikut Ahmad bin Hanbal memandang
bahwa kalam Ilahi itu berasal dari suara dan huruf yang ada dalam zat Allah Swt
dan termasuk qadim. Sampai-sampai sebagian dari mereka meyakini secara ekstirm
bahwa jilid dan pembungkus kitab al-Quran itu pun termasuk qadim. Untuk
membuktikan pendapatnya, mereka mengemukakan dalil sebagai berikut:
"Pertama
bahwa zat Allah itu qadim, dan kedua adalah bahwa kalam itu sebagai sifat
Allah, sifat bagi zat yang qadim harus juga qadim karena apabila sifat bagi zat
qadim itu adalah hadis (baru-tercipta) maka akan menyebabkan perubahan pada zat
qadim tersebut dan perubahan pada zat Allah adalah mustahil. Oleh karena itu,
kalam Ilahi yang merupakan sifat Allah adalah qadim."[1]
Untuk menjawab pandangan Mazhab
Hanbali ini kita bisa mengatakan bahwa tidak ada keraguan bahwa Allah itu
Mutakallim (subyek yang berbicara), tetapi makna ke-berbicara-an adalah yang
darinya tercipta suatu kalam atau ucapan dan bukan yang senantiasa melakukan
perbuatan berbicara itu.
Allah memiliki sifat berbicara dan
bukan memiliki sifat kalam atau bicara. Kalam, bicara, ucapan, dan firman
adalah sesuatu yang baru (hadis). Dan zat Allah Swt yang memiliki sifat
berbicara bukan bermakna bahwa zat itu yang menjadi sumber dan asal bagi
bicara, kalam, firman, dan ucapan sehingga dipandang sebagai hal yang qadim.
Qadhi 'Adhiduddin mengatakan bahwa
secara jelas bahwa akidah Hanbali mengenai hal itu adalah batil. Beliau menulis
sebagai berikut, "kalam adalah sebuah eksistensi gradual yang antara satu
huruf dengan huruf yang lain tercipta saling kebergantungan dan hal itu
berarti hadis, kalam yang tersusun dari peristiwa tersebut maka pasti juga
bersifat baru. Kalam adalah sebuah eksistensi yang berawal dan berakhir, oleh
karena itu ia bersifat baru."[2]
(bersambung)
PENULIS
Pemuda sapaan Misbah. Kini aktif di berbagai lembaga pendidikan. Sembari menjalani kehidupan sebagai seorang Mahasiswa, juga sebagai penulis lepas
0 komentar:
Post a Comment
Salam Cinta
NB:
Berkomentarlah dengan bijak
Selamat berkomentar...... :D