Hello

Welcome To My Blog

MISBAHUDDIN HASAN
Semoga Tulisan di Blog ini Bermanfaat Bagi Anda

Recent

Teori Revolusi Permanen


Dalam krisis politik di Indonesia selama 4-5 tahun ini telah bermuncul perdebatan-perdebatan yang luas dan kaya tentang strategi dan taktik mana yang bisa memajukan perjuangan rakyat untuk melawan penindasan dan penghisapan. Di antaranya kita sering memperdebatkan masalah revolusi; apakah sebuah revolusi diperlukan, dan apakah sifat-sifat revolusi tersebut. Konsep yang paling umum di kalangan revolusioner adalah strategi "revolusi demokratik" yang dianggap harus mendahului revolusi sosialis, kadang-kadang dengan referensi tulisan Lenin "Dua Taktik Sosial-Demokrasi Dalam Revolusi Demokratik".
Kami sudah menyinggung masalah ini dalam teks "Dua Taktik Atau Strategi Sosialis Revolusioner" dan dalam beberapa tulisan lain, tetapi belum secara menyeluruh. Sekarang kita kembali ke topik tersebut dengan argumentasi lebih lanjut. Teks ini akan mengulangi beberapa rumusan yang sudah dimuat dalam bahan lain, dengan konteks yang sedikit berbeda.
Pandangan Marx tentang perkembangan revolusioner
Setiap perkembangan sosial harus melalui berbagai tahapan. Sosialisme hanya mungkin berdasarkan produktivas kerja yang tinggi, dan produktivitas tinggi tersebut adalah sebagai akibat dari pertumbuhan ekonomi secara dahsyat yang dijalankan oleh kapitalisme. Selain itu, kapitalisme menimbulkan kelas buruh, serta menerapkan demokrasi parlementer dan menciptakan kondisi di mana kelas buruh itu bisa berorganisir dan berjuang. Sehingga di tingkat global, umat manusia jelas harus melewati tahap kapitalis (yang sekaligus merupakan tahap demokratis-borjuis) sebelum masyarakat sosialis dapat tercapai.
Dalam karya Marx kita sering mendapati asumsi bahwa revolusi sosialis harus didahului oleh revolusi borjuis, yang juga disebut sebagai revolusi demokratik. Bukan karena sosialisme tidak demokratik. Sebaliknya, sistem sosialis akan membawa demokrasi ke semua pelosok masyarakat, terutama ke tempat kerja. Namun di masa Marx, penguasaan kelas borjuis memang untuk pertama kalinya menimbulkan demokrasi (walau secara terbatas). Di negeri seperti Inggeris dan Perancis demokrasi tersebut membuka jalan untuk perkembangan gerakan buruh.
Seperti dijelaskan oleh John Rees:
Sebelum pecahnya revolusi 1848, Marx dan Engels telah jelas dalam dua hal. Yang pertama, bahwa revolusi yang akan datang adalah revolusi borjuis yang akan bermuara pada suatu negara kapitalis, dengan harapan negara itu akan mengambil bentuk dari sebuah republik demokratis. Yang kedua, bahwa kaum borjuasi harus didorong kepada suatu penyelesaian yang menentukan dengan sistem yang lama, karena pertumbuhan kekuatan dari kelas pekerja membuat mereka takut bahwa mengobarkan kekuatan yang penuh dari revolusi akan menyapu mereka ke pinggir bersama-sama dengan negara feodal. Untuk Marx dan Engels, revolusi di Jerman akan "dilaksanakan di bawah kondisi peradaban Eropa yang jauh lebih maju, dan dengan lebih banyak jumlah proletariat yang sudah berkembang, daripada di Inggeris pada abad ke tujuh belas, dan Perancis pada abad ke delapan belas" dan oleh karena itu akan menjadi "pembukaan kepada revolusi proletariat yang akan menyusul sebentar lagi."
Dengan demikian di dalam tahap awal revolusi, Marx dan Engels berjuang sebagai sayap yang paling kiri dari revolusi demokratik. Tetapi Manifesto Komunis, yang ditulis sebelum pecahnya revolusi, sudah menyerukan bahwa walaupun kelas buruh harus "berjuang dengan kaum borjuis, selama mereka bertindak dalam cara yang revolusioner" kaum sosialis harus juga "menanamkan kepada kelas buruh pengenalan sejelas-jelasnya mengenai pertentangan yang antagonistik antara borjuasi dan proletariat". Pendekatan Marx dan Engels pada saat permulaan revolusi adalah "untuk memacu kaum borjuis dari basis kiri yang independen, mengorganisir kelas bawah terpisah dari kaum borjuis untuk menyerang secara serempak rezim yang lama, dan untuk menyiapkan blok proletariat, borjuis kecil dan petani yang demokratis ini untuk melangkah secara sementara ke dalam barisan pelopor, apabila kaum borjuis memberikan tanda-tanda ketakutannya, dengan analogi pemerintahan Jacobin di Perancis pada tahun 1793-4."
Pendek kata: Marx dan Engels mengharapkan revolusi borjuis-demokratik, sekaligus yang sama memperingatkan kaum buruh agar mereka mengambil sikap independen dari kelas borjuis. Sikap mereka itu berubah secara berarti ketika revolusi 1848 berkembang.
Selama tiga bulan pertama dari revolusi Jerman, kelihatan seakan-akan kaum borjuis, walaupun kurang mantap, dapat didorong ke dalam tindakan yang menentukan. Tetapi semakin lama revolusi berlangsung, kaum borjuis menjadi semakin takut dan lumpuh. Pada hari-hari bulan Juni semua kelas pengeksploitir, termasuk kaum borjuis dan sebagian besar dari juru bicara mereka yang demokratis, berbaris di pihak yang reaksioner. Marx dan Engels berkesimpulan bahwa hanya kelas yang dieksploitasi, kaum pekerja dan petani, yang dapat mendorong revolusi ke depan. Seperti yang Marx tulis dalam surat kabarnya, "Rheinische Zeitung", yang mana para pendukung borjuisnya meninggalkannya, karena pendiriannya yang radikal:
"Kaum borjuasi Jerman berkembang dengan begitu melempem, sangat kecut hati, dan sangat lamban, sehingga merasa semakin terancam konfrontasi oleh kaum proletariat, dan segala bagian dari masyarakat kota yang berhubungan dengan proletariat..., sementara dirinya sedang mengancam konfrontasi dengan feodalisme dan absolutisme...Kaum borjuasi Prussia adalah bukan, seperti kaum borjuasi Perancis di tahun 1789, sebuah kelas yang mewakili keseluruhan dari masyarakat modern...Ia telah tenggelam ke dalam tingkatan semacam kelas yang egois dan sempit (estate)...yang dari permulaan cenderung mengkhianati rakyat..."
Dihadapkan dengan pengkhianatan kaum borjuis yang jauh lebih besar dari yang mula-mula diperkirakan, Marx dan Engels merubah analisis strategis mereka. Marx dan Engels sekarang berkesimpulan bahwa aksi yang independen dari kelas pekerja, dan sebuah pendirian yang lebih kritis mengenai isu-isu taktis dan juga teori, terhadap kaum borjuasi demokrat, adalah essensial. Penjelasan Marx mengenai sikap para pekerja kepada para demokrat adalah benar-benar relevan dengan situasi sekarang di Indonesia, sehingga perlu untuk dikutip secara penuh:
Para pekerja "harus mendorong usulan-usulan dari para demokrat kepada logika ekstrem mereka (kaum demokrat akan, dalam segala hal, bertindak dengan cara yang reformis dan tidak revolusioner) dan merubah usulan-usulan tersebut menjadi sebuah serangan langsung kepada hak milik pribadi. Kalau, sebagai misal, kaum borjuasi kecil mengusulkan pembelian perusahaan kereta api dan pabrik-pabrik, kaum pekerja harus menuntut agar perusahaan kereta api dan pabrik-pabrik ini secara langsung disita saja tanpa konpensasi sebagai milik dari kaum reaksioner. Kalau para demokrat mengusulkan sebuah pajak proporsional, maka para pekerja harus menuntut sebuah pajak progresif; kalau para demokrat mengusulkan suatu pajak progresif yang moderat, maka para pekerja harus menuntut sebuah pajak yang mana tarifnya begitu tinggi sehingga kapital yang besar akan hancur karenanya; kalau para demokrat menuntut adanya pengaturan dari hutang-hutang negara, maka para pekerja harus menuntut penghapusan hutang-hutang nasional. Tuntutan kaum pekerja, dengan demikian harus meradikalisasi ukuran dan konsesi dari kaum demokrat."
Marx dan Engels tidak lagi puas dengan revolusi borjuis-demokratik. Mereka sudah mengajukan strategi transisional, yang mendorong revolusi demokratik beralih ke arah revolusi sosialis:
"Kaum pekerja Jerman...harus memberikan kontribusi sepenuhnya untuk kemenangan akhir mereka sendiri, dengan memperjelas apa kepentingan kelas mereka, dengan mengambil posisi politik mereka yang independen secepatnya, dengan tidak membiarkan diri mereka tersesat oleh omongan munafik kaum demokrat borjuis kecil yang dapat membuat mereka meragukan pentingnya organisasi partai yang independen dari kaum proletariat. Semboyan-tempur mereka haruslah: Revolusi Permanen." (Bahasa Jermannya: Die Revolution in Permanenz.) [1]



[1]  Tulisan ini, dan baian-bagian yang akan datang diadopsi dari artikel yang tidak diketahui sumbernya dan penulisnya..

Share this:

PENULIS

Pemuda sapaan Misbah. Kini aktif di berbagai lembaga pendidikan. Sembari menjalani kehidupan sebagai seorang Mahasiswa, juga sebagai penulis lepas

JOIN CONVERSATION

2 komentar:

  1. Dalam kacamata marx,konsep perlawan adalah respon dari kejenuhan akan kondisi ekonomo yg terpuruk

    ReplyDelete
  2. Tulisan yg menarik untuk pengembangan wacana gerakan

    ReplyDelete

Salam Cinta
NB:
Berkomentarlah dengan bijak
Selamat berkomentar...... :D