Hello

Welcome To My Blog

MISBAHUDDIN HASAN
Semoga Tulisan di Blog ini Bermanfaat Bagi Anda

Recent

Teologi: Kalam Tuhan 3

Pada bagian ini kita akan membahas paham Imamiah dan Muktazilah terkait masalah kalam tuhan. 

4. Akidah Imamiah dan Muktazilah 
Imamiah dan Muktazilah setelah menggugurkan pandangan Asy'ariah, berpendapat bahwa kalam Ilahi itu adalah hadis dan mereka mengatakan sebagai berikut: "Kalam Ilahi seperti kalam manusia yang terdiri dari huruf dan suara yang mengindikasikan sebuah makna khusus yang berada pada lauh al-mahfuz atau di hati Jibril As. Perbedaannya adalah manusia ketika hendak mengungkapkan kalam membutuhkan lidah dan mulut serta tempat keluarnya huruf-huruf (makharij  al-huruf), sementara Allah tidak membutuhkan hal tersebut. Oleh karena itu, kalam memiliki eksistensi gradual dan sistematik yang berarti  hadis. Kalam itu terdapat di tempat lain, tetapi bukan pada zat Allah. Yang dimaksud dengan Allah sebagai Sang Mutakallim adalah tercipta dan terlahir kalam darinya, bukan bermakna bahwa kalam itu menyatu dan eksis pada dirinya, atau dengan kata lain, kalam itu bersumber dari mutakallim seperti  pekerjaan memukul atau membunuh, pekerjaan ini tidak eksis dan menyatu dengan subyeknya, hal ini berbeda dengan suatu sifat seperti mengetahui, kodrat, atau warna hitam dan putih dimana menyau dengan zatnya".
Oleh karena itu, takallum (berbicara) yang bermakna menciptakan dan mengadakan suara dan huruf adalah sifat Allah, bukan kalam itu yang sebagai sifat Allah, tetapi kalam itu sendiri merupakan akibat dari sifat takallum.
Dikatakan, "Allah menciptakan dan mengadakan suara dan huruf yang memiliki makna dan kemudian hadir dalam bentuk berita, perintah, larangan, atau pertanyaan di lauh al-mahfudz atau di hati Jibril As, di hati para nabi atau di salah satu benda seperti pohon untuk Nabi Musa As, dengan perantaan inilah Allah menyampaikan maksud dan pesan-Nya. Oleh karena itu, kalam Ilahi adalah salah satu dari perbuatan Allah  dan hadis, seperti mencipta, memberi rezki, menghidupkan dan mematikan."[1]
Miqdad bin Abdullah Sayury menulis sebagai berikut, "Makna dari Allah berbicara bukan seperti manusia yang berbicara dengan  perantaraan anggota badan khusus, karena Allah bukan benda sehingga membutuhkan anggota badan, tetapi maksud dari Tuhan berbicara adalah mengadakan dan menciptakan huruf dan suara pada satu tempat."[2]
Allamah Hilli dan Fadhil Miqdad berpendapat bahwa kalam Allah itu berupa suara dan huruf-huruf.[3]
Syekh Mufid ketika menjawab pertanyaan berikut bagaimana Allah berdialog dengan Nabi Musa As?
Beliau menjawab: dialog Allah dengan Nabi Musa As adalah dengan cara Allah menciptakan kalam pada sebatang pohon yang kemudian dengan perantaraannyalah sampai kepada Nabi Musa As, kalam tidak mengharuskan adanya perubahan kualitas pada pembicara, akan tetapi hanya membutuhkan tempat untuk pengejewantahannya.[4]
Syekh Mufid di tempat lain menulis sebagai berikut: "Allah sebagai Mutakallim, yakni bukan dengan perantaraan anggota badan akan tetapi dengan perantaraan makna dimana huruf dan suara yang menjadi indikasi bagi makna itu, huruf dan suara ini kemudian tercipta pada salah satu benda-benda seperti ketika Allah berbicara dengan Nabi Musa As dengan perantaraan sebatang pohon."[5]
Sebagaimana anda ketahui bahwa Muktazilah dan Imamiah meyakini bahwa kalam Ilahi itu adalah suara dan huruf-huruf yang memiliki makna yang Allah ciptakan pada suatu tempat, dan dengan perantaraan inilah Allah menyampaikan maksud dan tujuan-Nya. Kalam Ilahi memiliki eksistensi gradual dan hadis dalam rentangan zaman dan waktu, dan maksud dari Allah sebagai Mutakallim adalah Allah menciptakan suara dan huruf-huruf. Sumber dan asal kalam Allah adalah sifat kodrat dan iradah-Nya yang tanpa membutuhkan lidah dan mulut. (bersambung)


[1] Shirat al-Haq, jilid 1, hal. 312. Lama'aat al-Ilahiyah, hal. 441 & 444. Syawariq al-Ilham, hal. 555. Kasyf al-Murad, hal. 224 &170.
[2] Al-'Itimad fi syarh wajib al 'Itiqad, hal. 68
[3] Bab al-Hady 'Asyara, hal. 28
[4] Mushannifaat Syaikh Mufid, jilid 6. Al-Masa'il al-'akbaariyyat, hal. 43
[5] Ibid, jilid 1, hal. 27, al-nukta al-'itiqadiyyah.

Share this:

PENULIS

Pemuda sapaan Misbah. Kini aktif di berbagai lembaga pendidikan. Sembari menjalani kehidupan sebagai seorang Mahasiswa, juga sebagai penulis lepas

BERGABUNGDENGAN PERCAKAPAN

0 komentar:

Post a Comment

Salam Cinta
NB:
Berkomentarlah dengan bijak
Selamat berkomentar...... :D