Kaum Tertindas 2
Rasulullah Saw sangat
memper-hatikan kehidupan orang miskin. Hampir semua perintah dalam ajaran Islam
memiliki indikasi pengayoman terhadap orang miskin seperti haji, puasa, zakat,
korban, khumus. Rasulullah Saw hadir untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut
menjadi sebuah kenyataan sejarah bukan hanya sebuah retorika. Perilakunya yang
sederhana dan selalu membela kaum yang lemah di hadapan para tiran dan kaum
penindas menjadikan dirinya dicintai sedemikian rupa oleh kalangan masyara-kat
miskin dan tertindas. Jadi adalah sebuah kemuskilan jika peristiwa Surat Abasa
(bermuka masam) itu ditujukan kepada Rasulullah Saww.
Di zaman kita, di negeri
yang katanya berbudaya santun yang sangat tinggi tapi di mana-mana kita
menemu-kan kemiskinan. Bahkan dalam data terakhir BPS tingkat kemiskinan di
Indonesia telah mencapai 69% dari total jumlah penduduk. Tetapi ironis bahwa
para pemimpin bangsa ini lebih memper-soalkan jatah kekuasaan ketimbang nasib
bangsa yang semakin terpuruk. Bahkan dengan tampilnya sejumlah ulama bayaran
yang tidak sedikit pun mempunyai kepekaan kemanusiaan. Alih-alih meng-urusi
nasib umat, mereka bahkan menyu-lut pertikaian anarkis di antara sesama orang
miskin. Kita saat ini kehilangan figur seorang pemimpin yang membela kelom-pok
yang lemah dalam ekonomi dan kekuasaan. Kita rindu akan figur seperti yang
dicontohkan Rasulullah Saw, figur pemersatu bangsa, yang memiliki integ-ritas
kenegarawanan yang tinggi dan memimpin dengan penuh kasih sayang.
Kerinduan kita kepada pemim-pin yang mewarisi
cita-cita suci Rasu-lullah semestinya memberikan implikasi yang positif. Salah
satu implikasi itu adalah menumbuhkan semangat persatuan dan menjauhi
perpecahan. Perpecahanlah sebenarnya menjadi sumber kehancuran bangsa-bangsa
Islam di hampir semua belahan dunia. Memang Allah Swt telah mengingatkan kita
untuk menjauhi perpecahan. Pesan ini di siratkan dalam Quran; “…dan
janganlah kamu termasuk orang-orang musyrik, yaitu orang-orang yang
memecahbelah agama mereka beberapa golongan tiap-tiap golongan bangga dengan
apa yang ada pada mereka.” (QS. 30:31-32) Memang inhern dalam perpecahan
itu adalah kehancuran dan satu-satunya semangat di balik perpecahan adalah
pintu kemusyrikan.
Dalam periode seperti
inilah Rasulullah saw hadir ditengah masyarakat jahiliyah Quraisy. Dan sejarah
menunjuk-kan bahwa ditengah kekalutan budaya akibat hegemoni kekuasaan para
tiran penindas dari berbagai kabilah yang merasa superior atas yang lainnya,
nabi justru menawarkan perdamaian dan ishlah. Persatuan yang ditandai dengan
memper-saudarakan setiap orang dari berbagai klan dan golongan yang berbeda
menandai kebangkitan peradaban bangsa arab. Dari sinilah awal tumbangnya
hegemoni kekuasaan imperium Romawi dan Persia. Kekuatan itu diperoleh justru
setelah rujuk ‘nasional’ yang dilakukan nabi mengawali langkah konsepsionalnya
dalam membangun masyarakat ‘madani’ di Madinah.
Kita tidak perlu khawatir, seandai-nya keberadaan
para ‘kampiun’ demokrasi di negeri ini memiliki integritas kenegara-wanan dan
kemanusiaan yang tinggi. Segala tragedi di Indonesia, seperti: Ambon, Poso,
Aceh, Sampit, dan lain-lain. tidak akan terulang. Atau, mungkin kita harus
bersabar menunggu pemimpin yang dapat menanamkan semangat berjuang melawan
penindas, yang menanamkan cinta kepada kebenaran dan keindahan Ilahiah, yang
menanamkan kepada manusia kebencian akan maksiat dan dosa, yang menuntun kepada
tegaknya hukum dan kepatuhan, yang menanamkan ideologi Islam dan
pemeliharaannya, yang mengajar manusia untuk memegang teguh penegakan syari’ah
dan melenyap-kan birahi syahwatnya yang rendah, yang menuntun manusia
bertaqarrub kepada Allah, berkhidmat kepada sesama manusia serta berbuat baik
kepada sesama makhluk Allah. Penantian kita kepada pemimpin seperti ini tidak
boleh membuat kita pasif tetapi proaktif dan mungkin salah satu caranya adalah
mengkonstruksi ulang pemahaman keberagamaan kita. Atau kita membiarkan bangsa
ini ter-cabik-cabik kedalam perpecahan yang menyeramkan.
PENULIS
Pemuda sapaan Misbah. Kini aktif di berbagai lembaga pendidikan. Sembari menjalani kehidupan sebagai seorang Mahasiswa, juga sebagai penulis lepas
Tulisa yang kren izin bagikan bung
ReplyDeleteMakan begizi bagai intelektual
ReplyDelete