Aliran-aliran Hermeneutika
Perbedaan pemaknaan mengenai disiplin ilmu ini menjadi
sumber utama lahirnya berbagai aliran yang memperkaya khasanah hermeneutika.
Secara garis besar, aliran-aliran hermeneutik dapat dibagi menjadi dua kelompok;
kelompok pertama, filosof yang mengusung objektivisme. Dan kelompok kedua kaum
filosof yang membela historiisme. Kelompok objektivisme menolak anggapan adanya
pemahaman yang beragam pada setiap orang dalam memahami teks-teks dan meyakini:
bahwa pemahaman mandiri dari nilai-nilai dan kriteria-kriteria masa kini, yang
ditegaskan oleh kaum sejarawan, dapat diperoleh. Dengan kata lain, objektivisme
meyakini bahwa pemahaman yang benar dari teks-teks masa kini dan masa lalu
dapat diperoleh; sementara kaum sejarawan berpandangan: Pemahaman kita secara
asasi bersifat historis dan ia juga memiliki terminologi khusus sebagai
“historitas” atau “dimensi kesejarahan” dimana mereka beranggapan bahwa hal ini
merupakan kaidah fundamental dalam memahami teks-teks masa lalu.
Dalam
perspektif objektivisme, pandangan kaum sejarawan memancing orang ke arah
skeptisisme filsafat. Puak-puak objektivisme melontarkan kritikan kepada kaum
sejarawan bahwa apabila kita ingin menerima pandangan mereka, sekali-kali kita
tidak dapat menetapkan atau menafikan sebuah pemahaman. Padahal setiap
pemahaman pada tataran tertentu merupakan sebuah realitas dan kenyataan faktual
bagi pemilik pemamahan tersebut. Kritikan juga dilontarkan oleh historisme,
sebagai konter terhadap kritikan objektivisme: setiap teks yang Anda amati,
berdasarkan kriteria dan standar apa sehingga Anda memberikan preferensi kepada
sebuah penafsiran atas yang lain? Perkara ini memerlukan bukti dan referensi
yang cukup banyak bahwa manusia senantiasa tidak dapat memperoleh seluruh bukti
yang diperlukan dalam memahami sebuah teks.
Kaum
objektivisme mengedepankan kritikan ini untuk menjelaskan bahwa pandangan
historisme menjadi sebab terkuaknya jarak antara teks masa lalu dan teks masa
kini. Dan kita tidak dapat mencerap satu teks pun dengan benar; konsekuensinya,
proses pemahaman sebuah teks menjadi sesuatu yang mustahil. Kaum objektivisme
meyakini: Kita dapat membebaskan diri dari segala pra-judis, distorsi yang
ditimpakan oleh tradisi kepada kita; akan tetapi historisme meyakini kita tidak
dapat terbebas dari hal ini.
Poin
penting lainnya adalah bahwa objektivisme merupakan pendukung masalah
benar-konsideran teks; akan tetapi bagi kaum historisme masalah ini tidak
begitu penting. Apa yang memiliki signifikansi bagi mereka adalah kita tidak
dapat memperoleh objektifitas dalam memahami teks sebagaimana objektifitas
dalam ilmu-ilmu tabiat. Esensi dan obyek yang dibahas dan dikaji dalam ilmu
tabiat sangat berbeda; namun perkara ini yang dijelaskan oleh sebagian kaum
objektivisme bahwa apabila teks-teks masa lalu dan objektivitasnya dikemukakan,
maka objektivitas di sini tidak sama dengan objektivitas yang digunakan dalam
ilmu tabiat. Sebagian pemikir historisme, misalnya Gadamer, membahas masalah
ini. Dia meyakini bahwa kita dalam ilmu-ilmu empirik tidak dapat mencapai
obyekvitas yang dikonsepsikan oleh para pendahulu kita; karena obyektivitas
dalam ilmu-ilmu tabiat dan empiric bergantung kepada satu silsilah faktor
khusus. Kita dalam ilmu-ilmu empirik berhadapan dengan satu silsilah
keterbatasan seperti media pengukuran dimana terkadang menjadi sebab kita tidak
mampu memperoleh obyektivitas yang dikonsepsikan oleh para pendahulu kita.
PENULIS
Pemuda sapaan Misbah. Kini aktif di berbagai lembaga pendidikan. Sembari menjalani kehidupan sebagai seorang Mahasiswa, juga sebagai penulis lepas
0 komentar:
Post a Comment
Salam Cinta
NB:
Berkomentarlah dengan bijak
Selamat berkomentar...... :D