Hello

Welcome To My Blog

MISBAHUDDIN HASAN
Semoga Tulisan di Blog ini Bermanfaat Bagi Anda

Recent

Bukti negatif: tragedi revolusi Cina tahun 1920-an.

Sejak wafatnya Lenin inti pelajarannya terlupakan. Hal itu berkaitan dengan nasib revolusi di Rusia, yang tidak berhasil meluas ke negeri-negeri yang lain, walau rezim Bolshevik serta partai-partai Komunis di Eropa barat memang melakukan banyak upaya ke arah itu. Sebagai akibatnya, rezim itu mengalami sebuah degenerasi yang parah, dan kekuasaan demokratis kelas buruh diganti dengan sebuah diktatur birokratis yang dipimpin oleh Stalin. Rezim Stalin pada gilirannya meninggalkan orientasi internasionalis Lenin dan Trotsky, dan partai-partai Komunis di mancanegara dijadikan alat pasif kebijakan luar negeri rezim Soviet. Sifat utama kebijakan luar negeri itu adalah untuk mencari aliansi dengan negara-negara lain -- dengan rezim-rezim borjuis.
Maka Stalin menghidupkan kembali strategi tahapan, namun dengan alasan baru: partai-partai Komunis disuruh bersekutu dengan golongan borjuis tertentu (yang dianggap lebih "demokratis" atau "progresif") demi kepentingan negara Soviet itu. Strategi lama Lenin itu dimanfa'atkan Stalin untuk membenarkan pendekatan yang sama sekali tidak revolusioner. Marxisme dan Leninisme telah diganti dengan "Stalinisme" kontra-revolusioner. Dan karena citra negara Rusia dan gerakan Komunis saat itu masih sangat tinggi, teori-teori stalinis sayangnya juga sangat berpengaruh pada orang lain yang bukan kontra-revolusioner.
Akibatnya tragis. Tahun 1927 terjadi pemberontakan kelas buruh di Cina, dan kaum buruh bersenjata di bawah pimpinan Komunis berhasil merebut seluruh kota Shanghai dari tangan golongan reaksioner. Tetapi mereka segera disuruh menyerahkan kekuasaan mereka kepada pihak nasionalis (borjuis), dengan argumentasi "tahap demokratis dulu". Begitu mereka menyerahkan senjata-senjata kepada pemimpin nasionalis Ciang Kai-shek, kesatuan-kesatuan Komunis diserang dan dibantai oleh pasukan nasionalis.
Hal yang mirip juga terjadi di Spanyol pada tahun 1930-an, di Indonesia tahun 1965, dan di beberapa tempat lain. (Lihat tulisan Tony Cliff, "Revolusi dan Kontrarevolusi".)
Revolusi permanen yang "terbelok"
Peristiwa tahun 1920-an di Cina mengkonfirmasikan kebenaran argumentasi Trotskys waktu itu. Akan tetapi, revolusi tahun 1949 juga melontarkan sejumlah masalah baru yang rumit. Teori Trotsky (seperti pandangan semua kaum Marxis sebelum Perang Dunia II) berdasarkan asumi bahwa kapitalisme tidak lagi mengandung potensi untuk berkembang. Jika kelas buruh tidak berhasil menumbangkan sistem kapitalis, umat manusia tidak bisa mengharapkan banyak kemajuan lagi. Di barat, ekonomi kapitalis akan terus tersesat. Di dunia ketiga, kemerdekaan nasional untuk rakyat-rakyat tertindas tidak bisa tercapai, masalah-masalah reform agraria tidak bisa dipecahkan, dan pada umumnya tugas-tugas revolusi borjuis-demokratik tidak bisa dilaksanakan. Ramalan-ramalan ini jelas terbukti salah.
Di Cina, sebuah revolusi memang terjadi, tapi jangankan dipimpin kaum buruh, revolusi itu malah terjadi tanpa partisipasi kelas buruh. Reform-reform agraria memang terjadi, dan Cina menjadi merdeka. Revolusi Indonesia juga bisa melaksanakan sebagian dari apa yang biasanya dianggap revolusi borjuis demokratik. Tapi revolusi-revolusi semacam ini di dunia ketiga juga tidak dipimpin oleh kelas borjuis, melainkan oleh unsur-unsur dari kelas menengah seperti kaum intelektual, perwira-perwira militer, dan lain sebagainya.
Revolusi Indonesia tidak dipimpin oleh kaum kapitalis, juga tidak dipimpin oleh kelas buruh, melainkan oleh kaum terpelajar elit dan militer. Di masa paska revolusi, pemerintahan berada di tangan klik-klik politikus bourjuis-kecil yang korup, dan pemerintahan saat itu kurang stabil karena kelas kapitalis Indonesia terlalu lemah. Strategi ekonomi yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk membangun perusahaan-perusahaan pribumi yang tangguh (seperti program "Benteng") hanya dipermainkan oleh faksi-faksi sempit di Jakarta guna memperkaya diri sendiri. Akhirnya Soekarno memutuskan untuk menghilangkan demokrasi parlementer serta menggunakan aparatus negara untuk mendorong akumulasi modal. Perusahaan-perusahaan asing diambil alih, dan di bawah sistem "Demokrasi Terpimpin" para perwira militer ikut mengelola perusahaan-perusahaan tersebut. Partai-partai yang paling berasosiasi dengan pasar bebas dan para pedagang pribumi (PSI dan Masyumi) dilarang, dan Soekarno mengembar-gemborkan "Sosialisme ala Indonesia". Sebetulnya "sosialisme" itu hanya semacam kapitalisme-negara.
(Meski begitu, PKI cenderung mendukung Soekarno dan menaruh harapan pada Soekarno. Karena PKI, berdasarkan strategi "revolusi demokratik", menganut front persatuan bersama unsur-unsur borjuis yang dikira progresif. Akibatnya, militer semakin kuat dan PKI kehilangan independensinya. Ketika militer menyerang pada tahun 1965, PKI seperti lumpuh dan dihancurkan.)
Kapitalisme memang lemah di dunia ketiga, sehingga kelompok-kelompok elit borjuis-kecil suka menggunakan aparatus negara dan meminjam anasir-anasir dari sistem perencanaan ekonomi Soviet demi kepentingan pembangunan nasional. Mereka juga suka memakai retorika sosialis -- dan ini tampaknya logis, bukankah Uni Soviet itu memang dikira "sosialis"? Di hadapan fenomena-fenomena ini, mayoritas kaum pendukung Trotsky mengambil kesimpulan menjelang tahun 1950, bahwa revolusi di Cina dan Vietnam merupakan semacam "revolusi permanen" walau dipimpin oleh orang-orang non-trotskyis -- bahkan stalinis.
Tony Cliff putus dengan pendekatan "ortodoks-trotskyis" itu dan merumuskan analisis baru, yang disebutnya "deflected permanent revolution". Intinya adalah, selama kelas buruh sendiri belum memiliki kesadaran revolusioner dan belum membangung partai-partai revolusioner berbasis massa, revolusi-revolusi anti-imperialis tidak bisa mencapai sosialisme. Tentu saja kita harus mendukung semua perjuangan anti-imperialis, namun kita juga harus membedakan antara revolusi nasional (seperti misalnya di Indonesia tahun 1940-an) yang mungkin menggunakan retorika sosialis, dengan revolusi sosialis yang sebenarnya.[1]



[1]  Tulisan ini, dan baian-bagian yang akan datang diadopsi dari artikel yang tidak diketahui sumbernya dan penulisnya..

Share this:

PENULIS

Pemuda sapaan Misbah. Kini aktif di berbagai lembaga pendidikan. Sembari menjalani kehidupan sebagai seorang Mahasiswa, juga sebagai penulis lepas

BERGABUNGDENGAN PERCAKAPAN

0 komentar:

Post a Comment

Salam Cinta
NB:
Berkomentarlah dengan bijak
Selamat berkomentar...... :D