Hello

Welcome To My Blog

MISBAHUDDIN HASAN
Semoga Tulisan di Blog ini Bermanfaat Bagi Anda

Recent

Kritik Kaum Sofis


Ada beberapa premis yang harus kita pahami sebelum mengkritik paham ini, yaitu sebagai berikut.

berdasarkan sejarah munculnya aliran ini, kita dapat memahami apa yang diinginkan oleh penganut paham ini dan latar belakang apakah yang menjadikan mereka berpaham demikian. Kemampuan beretorika di dalam pengadilan yang dapat “mengubah” dan memenangkan kesalahan. Tentu, ini semua mereka dapatkan dengan membuat beberapa pengelabuan dan pembohongan terhadap manusia awam ataupun orang-orang yang berkepentingan politik di zamannya. Salah satu cara yang mereka gunakan untuk mengelabui orang awam adalah dengan bahasa yang diputarbalikkan. Contohnya, pernyataan seperti: Aghre mencintai isterinya, begitu pula Agreei. Dalam kalimat ini dapat kita temukan dengan jelas penyamaran bahasa karena kalimat tersebut bisa menimbulkan pemahaman beragam. Pemahaman yang mungkin muncul adalah: 1) Aghre mencintai isterinya begitu pula Agreei mencintai isteri Aghre. 2) Aghre mencintai istrinya dan Agreei mencintai isterinya sendiri. 3) Aghre mencintai Agreei. Dengan menciptakan pemahaman yang beragam dari statement tersebut, mereka dapat menyatakan bahwa tidak kebenaran absolut bagi manusia. Alasannya, manusia untuk dapat memahami pikiran orang lainnya menggunakan alat berupa huruf-huruf yang tersusun menjadi kata-kata, dan kata-kata tersebut tersusun menjadi bahasa. Sementara itu, bahasa dapat dipahami secara beragam dan bergantung terhadap asumsi masing-masing individu. Akibatnya, kebenaran pun mengalami hal yang sama.

Jika kita memfokuskan kritikan pada masalah bahasa maka dapat kita sodorkan beberapa kritik, yaitu sebagai berikut.
A. Dalam bahasa juga terdapat beberapa aturan yang harus dijaga oleh penggunanya. Bila aturan ini dilanggar maka akan terjadi kesalahpahaman audien. 
B. Realitas yang ada di hadapan kita tak dapat diubah dengan hanya menggunakan bahasa. Contohnya, bila kita memiliki pengetahuan bahwa api itu panas dan membakar maka siapapun tak akan dapat mengubahnya dengan bahasa sehingga kita dapat meyakini bahwa api itu dingin dan tak membakar.
 
Ada sebuah anekdot dalam hal ini. Dahulu kala, hidup seorang bernama Juha. Ia datang ke suatu perkampungan dan membohongi penduduk setempat dengan mengatakan bahwa di kampung A sedang dibagikan makanan secara gratis. Akibatnya, seluruh penduduk tadi berbondong-bondong meninggalkannya menuju kampung yang ia sebutkan. Melihat kenyataan demikan, dia pun akhirnya beranggapan bahwa apa yang ia katakan ada kemungkinan benarnya. Lalu, ia pun berangkat menuju ke kampung tersebut.

Anekdot tersebut terlihat pas untuk menggambarkan kaum sophis. Mereka menyebarluaskan paham “tidak ada kebenaran absolut yang dapat diyakini oleh manusia” dengan kemampuan retorika mereka. Awalnya, paham ini disebarluarkan untuk sekedar untuk mencari sesuap makanan di pengadilan dan untuk kepentingan politik. Namun akhirnya, ketika masyarakat awam meyakininya, mereka pun ikut meyakininya.

Kita dapat mengajukan kritik terhadap pendapat mereka dari sudut pandang lainnya yang lebih logis. Setiap manusia selalu merasakan adanya kebutuhan terhadap suatu objek (misalnya, kebutuhan terhadap makanan) di dalam kehidupannya sehari-hari. Dari situlah ia merasa dirinya ada dan objeknya itu pun ada. Manusia dapat saja mengatakan bahwa dirinya mengingkari keberadaan realitas secara mutlak, tetapi itu semua hanya sebatas verbal (kata-kata), bukan satu keyakinan yang ada pada lubuk hati ataupun akal budinya. Hal ini disebabkan segala macam bentuk pengingkaran terhadap realitas secara mutlak adalah keyakinan pada keberadaan realitas itu sendiri. Paling sedikit, ia telah menyadari bahwa dirinya yang telah mengingkari realitas. Artinya, tanpa disadarinya, dia telah meyakini adanya dua hal. Pertama, dirinya sendiri. Kedua, realitas yang akan ia ingkari (walaupun realitas itu dalam bentuk sebuah gambaran yang ada di akal budi).

Statement kaum sophis juga bisa kita kritik dengan cara mengajukan pertanyaan "Apakah statemen itu absolut atau tidak?" Terlihat di sini, ada kontradiktif yang terjadi. Jika jawabannya tidak, berarti masih dimungkinkan bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang absolut. Jika jawabannya ya, paling tidak mereka telah meyakini satu hal yang absolut yaitu statement tersebut. Hal ini tentu bertentangan dengan statement mereka sendiri karena dengan demikian telah terealisasi satu pengetahuan yang “absolut” dan “benar” menurut mereka.

Oleh karenanya, terlebih dahulu kita harus mempercayai ataupun mengimani adanya realitas sehingga kajian dari pembahasan ini lebih terarah. Semakin kita berbicara tentang realitas semakin kuat pula keimanan kita terhadapnya. Ini semua dikarenakan keberadaan realitas adalah hal yang sangat apriori. Para filosof Islam, seperti AllamahThabathabai, Molla Hadi Sabzawari, dan Molla Shadro dalam karya-karya mereka selalu memulai kajian dengan pembahasan tentang adanya realitas (wujud /being) sebelum membahas yang lainnya. Hal ini disebabkan penerimaan terhadap realitas adalah kunci dan modal bagi bahasan yang lainnya.

Share this:

PENULIS

Pemuda sapaan Misbah. Kini aktif di berbagai lembaga pendidikan. Sembari menjalani kehidupan sebagai seorang Mahasiswa, juga sebagai penulis lepas

BERGABUNGDENGAN PERCAKAPAN

0 komentar:

Post a Comment

Salam Cinta
NB:
Berkomentarlah dengan bijak
Selamat berkomentar...... :D