Hello

Welcome To My Blog

MISBAHUDDIN HASAN
Semoga Tulisan di Blog ini Bermanfaat Bagi Anda

Recent

Agama dan Kosmologi

Defenisi Agama

Bicara soal Agama, terlebih dahulu kita harus memahami defenisi Agama. Dalam bahasa Arab agama disebut ‘Din' yang secara bahasa berarti ketataan, pahala dsb. Dalam istilah, Din berarti keyakinan kepada Sang Pencipta manusia dan alam semesta serta ajaran-ajaran amaliah yang sesuai dengan keyakinan. Atas dasar inilah, orang yang tidak meyakini adanya Sang Pencita dan menganggap segala fenomena alam ini terjadi secara spontan, atau semata-mata terjadi karena interaksi alam natural, disebut sebagai orang yang tak beragama (ateis). Sebaliknya, orang yang meyakini adanya Sang Pencipta disebut sebagai orang yang beragama, sekalipun keyakinannya atau ritus-ritus agamanya mengalami penyimpangan. maka dari itu, berdasarkan penjelasan ini, kita memahami bahwa ada dua model agama yang dianut Manusia yaitu Agama Hak dan Agama Batil.

Agama Hak adalah agama yang mengandung keyakinan yang senada dengan kenyataan serta mengarahkan prilaku pada kebaikan. pada asfek keyakinan, para ulama menyebutnya sebagai konsep ushuluddin dan adapun aspek prilaku disebut sebagai konsep furu'din. setiap agama samawi mengandung kedua konsep ini

Kosmologi dan Ideologi

Istilah kosmologi dan ideologi artinya tak jauh berbeda satu dengan yang lain. Arti kosmologi antara lain ialah serangkaian keyakinan dan pandangan universal yang tersistematis mengenai manusia dan alam semesta, atau secara umum mengenai ‘ke-ada-an' (wujud). Sedangkan arti ideologi antara lain ialah serangkaian pandangan universal yang tersistematis mengenai perilaku manusia.

Sesuai dua pengertian ini bisa dikatakan bahwa rangkaian akidah dan ushul setiap agama adalah kosmologi agama ini sendiri, sementara sistem universal hukum-hukum amaliahnya adalah ideologinya, dan keduanya diterapkan sesuai ushul dan furu' agama ini. Patut diingat bahwa istilah ideologi tidak mencakup hukum-hukum parsial sebagaimana kosmologi juga tidak mencakup keyakinan-keyakinan parsial. Selain itu, kata ideologi juga sering diterapkan pada pengertian umum yang mencakup kosmologi.

Kosmologi Teisme dan Kosmologi Materialisme.

Di tengah umat manusia terdapat aneka ragam kosmologi. Toh demikian, dengan pertimbangan diterima atau tidaknya alam immateri atau supranatural semuanya bisa dibagi dalam dikotomi kosmologi ketuhanan (teisme) dan kosmologi materialisme. Penganut kosmologi materialisme dulu disebut zindiq atau mulhid (ateis), sedangkan sekarang lazim disebut materialis. Ada banyak paham yang membidani lahirnya materialisme, dan diantaranya yang paling kesohor ialah Materialisme Dialektik yang menjadi elemen filosofis ajaran Marxisme.

Dari keterangan di atas jelas bahwa penerapan istilah kosmologi lebih luas daripada istilah keyakinan atau akidah agama, karena kosmologi juga meliputi paham-paham ateisme dan materialisme sedangkan akidah agama tidak mencakupnya. Ini serupa dengan istilah ideologi yang sebenarnya hanya mencakup rangkaian hukum-hukum agama.

Agama Samawi dan Ushulnya.

Tentang proses munculnya berbagai agama, para ahli sejarah agama dan sosiolog berbeda pendapat. Namun, berdasarkan apa yang bisa dipahami dari teks-teks keislaman (nash), agama muncul sejak manusia itu ada. Manusia pertama adalah Nabi Adam as yang merupakan nabi penyeru Tauhid (monoteisme), sedangkan keberadaan agama-agama yang mengandung paham-paham syirik (politeisme) tak lain adalah akibat penyelewengan, distorsi, dan tendensi-tendensi individual maupun kelompok.
Agama-agama monoteisme yang merupakan agama samawi dan hakiki memiliki tiga prinsip universal yang kolektif. Pertama, keyakinan kepada Tuhan Yang Esa. Kedua, keyakinan kepada kehidupan yang abadi untuk setiap manusia di alam akhirat serta ganjaran dan pahala untuk setiap perbuatannya ketika hidup di alam dunia. Ketiga, keyakinan kepada pengutusan para Nabi oleh Allah SWT untuk menuntun umat manusia kepada kesempurnaan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Tiga prinsip ini pada hakikatnya adalah jawaban untuk beberapa pertanyaan fundamental untuk setiap orang yang arif dan bijak yaitu, apa dan siapakah kausa prima atau sumber pertama wujud alam semesta ini? Apakah akhir dari kehidupan ini? Dan apakah yang bisa dijadikan sebagai jalur terbaik untuk menjalani program hidup? Adapun kandungan program yang dapat dipelajari dari jalur wahyu yang terjamin kebenarannya tak lain ialah ideologi religius yang terbangun berlandaskan kosmologi teisme.

Keyakinan-keyakinan prinsipal memiliki berbagai konsekuensi, korelasi, akses, dan rincian-rincian yang keseluruhannya membentuk konstalasi keyakinan religius. Perselisihan dalam hal-hal inilah yang menumbuh biakkan berbagai aliran keagamaan, mazhab, dan sekte. Perselisihan mengenai status kenabian sebagian nabi serta penentuan kitab suci yang valid, misalnya, telah memicu perselisihan antara agama-agama Yahudi, Kristen, dan Islam. Perselisihan ini kemudian membawa akses berupa perselisihan-perselisihan lain dalam keyakinan dan tradisi yang sebagian diantaranya tidak sejalan dengan keyakinan-keyakinan prinsipal. Contohnya adalah keyakinan trinitas dalam agama Kristen yang jelas-jelas berseberangan dengan paham monoteisme, walaupun umat Kristiani tetap berusaha mengemas keyakinan trinitas ini dengan penjelasan-penjelasan nya sendiri. Dalam Islam pun, umat Nabi Besar Muhammad saw juga terpecah menjadi Ahlussunnah dan Syiah akibat perselisihan mengenai mekanisme penentuan para pengganti Rasul saww. Syiah meyakini bahwa yang berhak menentukannya hanyalah Allah SWT, sementara Ahlussunnah meyakini bahwa yang menentukannya adalah umat Islam sendiri.

Alhasil, Tauhid, kenabian, dan hari kebangkitan adalah keyakinan yang paling fundamental dan prinsipal dalam semua ajaran agama samawi.

Masalah Masalah Prinsipal Kosmologis.

Ketika manusia berniat memecahkan berbagai persoalan fundamental kosmologis dan mengenal ushuluddin yang benar, pertanyaan yang pertama kali mencuat ialah apakah jalan pemecahan masalah-masalah ini? Bagaimanakah pengetahuan-pengetahuan yang fundamental bisa diserap dengan benar? Di tengah berbagai metode yang ada, metode manakah yang valid untuk memperoleh pengetahuan-pengetahuan ini?
Semua pertanyaan ini dibahas secara rinci dalam epistemologi, yaitu satu disiplin ilmu yang menganalisis dan mengevaluasi berbagai pengetahuan dan metode penalaran manusia dalam memperoleh pengetahuan. Kita di sini akan membicarakan masalah ini sekadarnya.

Berbagai Jenis Pengetahuan.

Dari satu aspek tertentu pengetahuan-pengetahuan manusia bisa diklasifikasikan ke dalam empat kategori:

Pertama, pengetahuan empiris. Pengetahuan ini diperoleh manusia dengan mengandalkan organ-organ indrawi, kendati akal juga berperan dalam eksepsi dan generalisasi pengetahuan-pengetahuan empiris. Pengetahuan empiris difungsikan dalam ilmu-ilmu empiris semisal kimia, fisika, dan biologi.

Kedua, pengetahuan rasional. Pengetahuan ini dibentuk oleh konsepsi-konsepsi yang diserap oleh akal pikiran. Dalam pengetahuan ini peranan akal sangat fundamental kendati adakalanya persepsi-persepsi empiris masih digunakan sebagai sumber serapan konsepsi atau digunakan sebagai bagian dari premis dalam silogisme. Ruang gerak pengetahuan ini meliputi ilmu logika, ilmu filsafat, dan ilmu matematika.

Ketiga, pengetahuan yang diterima begitu saja (ta'abbudi). Pengetahuan ini memiliki aspek sekunder dengan pengertian bahwa ilmu ini didapat berdasarkan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya yang sudah dibuktikan sebagai sumber yang valid dan punya otoritas. Dengan kata lain pengetahuan ini diperoleh dari berita yang disampaikan oleh pembawa kabar yang terbukti bisa dipercaya. Contoh kongretnya adalah pengetahuan yang diperoleh para penganut agama dari pemuka agamanya. Pengetahuan ini adakalanya membentuk keyakinan yang jauh lebih kuat daripada keyakinan-keyakinan yang diperolehnya dari pengalaman-pengalaman empiris.

Keempat, pengetahuan intuitif (syuhudi). Tak seperti tiga kategori pengetahuan di atas, pengetahuan ini bersentuhan langsung dengan obyeknya tanpa perantara gambaran subyetif. Karena itu, ilmu atau pengetahuan ini tidak mungkin salah. Namun demikian, biasanya apa diklaim sebagai ilmu syuhudi atau irfani pada hakikatnya adalah interpretasi subyektif dari sesuatu yang telah disaksikan. Interpretasi inilah yang bisa salah.

Share this:

PENULIS

Pemuda sapaan Misbah. Kini aktif di berbagai lembaga pendidikan. Sembari menjalani kehidupan sebagai seorang Mahasiswa, juga sebagai penulis lepas

BERGABUNGDENGAN PERCAKAPAN

0 komentar:

Post a Comment

Salam Cinta
NB:
Berkomentarlah dengan bijak
Selamat berkomentar...... :D