Rindu Ayah
Musim panen berlalu meninggalkan jejak. Para petani bersorak gembira
melepas ke pergiannya, menyambut musim tanam. Perjuangan melawan ganasnya
sengatan matahari masih terbayang di pelupuk mata. Setiap butir tetesan
keringat, menjanjikan harapan besar bagi para pekerja keras.
Sudah empat bulan Pak Mansyur meninggalkan keluarganya, tapi sampai detik
ini, tak kunjung ada berita seputar dirinya.
Selama kepergian Pak Mansyur, Ibu Rahma menjadi Ayah sekaligus Ibu bagi
kedua anak lelakinya. Kala fajar mulai menerangi penduduk bumi, Ibu Rahma
bersiap siap keliling kampung untuk menjajakan sayur jualannya. Dan saat malam
mulai menyapa, ia harus menyediakan makan malam, lalu mempersiapkan barang dagangan untuk esok harinya. Semua ini ia lakukan agar tetap bisa bertahan hidup. Ia dan
keluarga kecilnya tidak seperti warga desa Puang pada umumnya yang memiliki
sawah, yang bisa menjamin kebutuhan hidupnya. Mereka hanya pendatang yang meyakini prinsip
bahwa kesuksesan bisa diraih dimana saja dan kapan saja, yang penting ada usaha
dan doa.
Rahman yang dulunya hanya bekerja sebagai buruh bangunan kini menambah
pekerjaannya. Ia mengelola sawah pak Khaerul dengan upah bagi hasil. Ketika
hasil panen 10 karung, maka bagian Rahman lima karung. Dengan catatan, semua
kebutuhan sawah, baik itu bibit, pupuk, racun rumput, sewa tanam, semuanya di
tanggung pak Khaerul. Tugas Rahman hanya membersihkan dan merawat. Itu saja!
Udin juga begitu, sepulang sekolah, ia bergegas menuju sawah untuk mengumpulkan
sisa sisa padi. Hampir semua warga memberikan beberapa ember cat padanya hingga
karung terigu tempat padinya penuh. Kalau sudah seperti itu, ia harus meminta
tolong pada pengendara sepeda taksi padi, untuk membawahkan padi miliknya ke
rumahnya.
Ini pertama kalinya Udin melakukan hal tersebut. Ia berhasil mengumpulkan
padi sebanyak lima karung besar. Lumayan untuk meringankan beban Bunda dan
kakaknya.
***
Di keheningan malam, Udin terbangun dari tidurnya. Ia bergegas menyucikan
diri dengan air wudhu, lalu bersegera melaksanakan shalat malam. Butiran air
mata membasahi kedua tangannya yang menengadah. Lantunan doa bersuara lirih
yang keluar dari mulutnya, tak nampak jelas. Hampir di setiap paragraf doanya,
terselip kata ayah.
Usai melaksanakan shalat, ia berjalan menghampiri bundanya yang tertidur
pulas karena kelelahan, lalu menciumi keningnya.
“ Ada apa sayang? Kok tidak tidur?” sahut ibunya dengan mata terpejam.
“Kapan ayah balik bu?”
“ Bentar lagi Insya Allah. Doakan ayah biar kembali dengan selamat ya!”
Udin memeluk ibunya. Sang bunda pun membalas pelukan bungsunya.
Saat Udin mulai masuk ke alam mimpi, Ibu Rahma melepas pelukan anaknya. Ia
bangkit lalu duduk berselang kaki di atas ranjangnya. Ia menatap sayu wajah
bungsunya. Dan seketika itu, butiran air mata membasahi kedua pipihnya.
Ia teringat masa masa berkumpul bersama sang suami. Ketika hendak tidur,
Udin selalu memeluk ayahnya lalu berkata “saya cinta ayah dan bunda”. Kata-kata
itu terus berulang hingga Udin tertidur.
PENULIS
Pemuda sapaan Misbah. Kini aktif di berbagai lembaga pendidikan. Sembari menjalani kehidupan sebagai seorang Mahasiswa, juga sebagai penulis lepas
0 komentar:
Post a Comment
Salam Cinta
NB:
Berkomentarlah dengan bijak
Selamat berkomentar...... :D