Hello

Welcome To My Blog

MISBAHUDDIN HASAN
Semoga Tulisan di Blog ini Bermanfaat Bagi Anda

Recent

Ayah Jangan Pergi!!!

Hari yang dinanti nantikan telah tiba. Malam sebelum ke pergiannya, Pak Mansyur memanggil para tetangga dan Pak Imam untuk berkumpul di rumahnya. Aneka ragam makanan pun di sajikan. Sokko, Pisang, Nasi, Ayam, ikan, dan beberapa jenis kue, tertata rapi di atas nampan bulat.

Sudah menjadi tradisi bagi warga desa Puang, setiap kali ingin bepergian jauh, dalam hal merantau, mereka terlebih dahulu mengadakan syukuran. Semalam sebelum meninggalkan kampung halaman, mereka menyediakan aneka ragam makanan, lalu memanggil orang yang dianggap memiliki tingkatan spiritual yang tinggi, untuk mendoakannya agar perjalanannya diberkahi.

***
Malam itu, para warga tampak riang. Sesekali canda tawa menggelegar ke angkasa memenuhi setiap ruang rumah pak Mansyur. Para lelaki tua saling beradu pikiran lewat domino. Bagi yang kalah akan mengantungkan baterai radio di telinganya. Para ibu-ibu pun ikut memeriahkan. Mereka berkumpul di  dapur, mencuci perlengkapan bekas tempat makanan sembari bergosip.

Udin mendekati pak Mansyur yang sedang bercerita bersama Pak Imam Masjid. Ia memeluk leher ayahnya lalu berkata “ saya mau ikut bersama ayah”

Pak Mansyur melepaskan tangan mungil Udin dari lehernya, lalu memangkunya. “ kalau anak ayah ikut, terus yang bantu ibu di rumah siapa?”

“kak Rahman” jawab Udin sambil mendongakkan kepalanya, menatap wajah sang ayah yang sebentar lagi akan meninggalkannya.

Butiran air mata nampak jelas di pelupuk mata pak Mansyur. Ia memeluk bungsunya, menciumi pipih dan keningnya. Pak imam hanya terdiam menatap sayu seorang anak yang seakan enggan melepas Kepergian ayahnya.

Rahman mendekati adiknya lalu membawahnya ke warung sebelah rumah. “ kamu mau yang mana” tanya Rahman. “ Snack dan permen” jawab Udin.

Mereka kembali berjalan menuju rumah. di pertengahan jalan, Rahman berkata “kalau kak Rahman berangkat kerja, sepulang sekolah, kamu bantu ibu bersih-bersih rumah yah. Nanti sehabis gajian, kakak belikan kamu sepatu, tas, dan seragam sekolah yang baru. Biar kamu tidak di ejek lagi sama teman-temanmu di sekolah. Bagaimana kamu setuju?”

Sembari menjilati permen, Udin menjawab “ deal

***

Mentari pagi mulai terlihat di ufuk timur. Semburat cahayanya melukis indah tanpa makna. Kabut hitam yang menyelimuti angkasa, berlahan memperlihatkan langit biru. Angin berhembus sepoi, pepohonan menari lincah mengikuti irama angin. Benturan Ranting-ranting pohon menciptakan nada baru, mengajak burung bernyanyi merdu.

Udin berjalan keluar rumah menuju jalan setapak. Ia menatap cemas sekelilingnya. Berjalan ke sana ke mari tanpa tujuan pasti. Sesekali ia menatap tajam menelusuri sepanjang jalan, berharap bola matanya segera menangkap sesuatu.

Pak Mansyur dan beberapa tetangga berkumpul di halaman rumah. Ibu Rahma duduk di samping Pak Mansyur, memegang tangan sang suami sambil meneteskan air mata. Rahman mengambil koper dari dalam kamar lalu menaruhnya tepat depan pintu masuk Rumah.

Udin berlari menuju Ibunya, memohon untuk duduk di pangkuan ayahnya. Bu Rahma melepas tangan pak Mansyur, ia menyeka bekas tetesan air mata di pipihnya, lalu mengangkat bungsunya.

Sekitar pukul 08:30, dua unit mobil Avanza berhenti tetap depan rumah Pak Mansyur. Berlahan, Pak Mansyur berjalan menuju mobil tersebut. Sembari menggendong bungsunya, Ibu Rahma mengikuti langkah suaminya.

Isak tangis pun mulai terdengar saat Pak Mansyur membuka pintu mobil. Silih berganti, para ibu-ibu memeluk bu Rahma. Kata-kata “ yang sabar ya Bu” memenuhi pendengaran, memicu meluapnya air mata.

Semua yang hadir menyaksikan Kepergian pak Mansyur, tersedu-sedu dan sesekali mengeluarkan lendir yang menyumbat hidung. Ibu Rahma dan Rahman saling berpelukan. Udin yang berada di pelukan bu Rahma, menggeliat berusaha melepaskan diri. Seketika sang bunda melepaskannya, ia berlari sekencang kencangnya sambil melambai-lambaikan tangannya, menyusul Mobil yang membawah ayahnya.

Rahman melepas pelukan bundanya lalu mengejar adiknya. Bu Rahma makin tersedu sedu melihat bungsunya yang seakan enggan melepas Kepergian ayahnya.

Share this:

PENULIS

Pemuda sapaan Misbah. Kini aktif di berbagai lembaga pendidikan. Sembari menjalani kehidupan sebagai seorang Mahasiswa, juga sebagai penulis lepas

BERGABUNGDENGAN PERCAKAPAN

0 komentar:

Post a Comment

Salam Cinta
NB:
Berkomentarlah dengan bijak
Selamat berkomentar...... :D