Hello

Welcome To My Blog

MISBAHUDDIN HASAN
Semoga Tulisan di Blog ini Bermanfaat Bagi Anda

Recent

Sehari sebelum Kepergian Ayah

Azan subuh terdengar syahdu dari arah masjid. Menggetarkan langit-langit desa Puang yang gelap. Para warga terbangun dari tidurnya, bersiap-siap menyambut hangatnya mentari pagi.

Seperti biasanya, ketika “asshalatu khairum minan naum” membahana ke angkasa, Jalan setapak yang lebarnya sekitar tiga meter, sesak akan hamba hamba Allah. Mereka berjalanan sembari memperbaiki letak kopiahnya, mengelus-elus bajunya, merapikan mukenanya, menguap, dan bahkan ada juga yang masih terkantuk kantuk.

Pak Mansyur mempersiapkan diri menghadap tuhan. Ia bergegas ke luar kamar mengambil air wudhu, lalu menjamah perlengkapan shalat di atas kursi.

“Bangun! Bangun nak?” Pak Mansyur berjalan mendekati ranjang lalu menarik-narik tangan bungsunya yang terbentang. Udin menggeliat, membalikkan badannya. Buku pelajaran bahasa Indonesia di tangan kanannya lepas dari pegangannya.

Tangan pak Mansyur kembali beraksi. Kini ia tidak hanya menarik tangan Udin, tapi juga memeluk lalu mengangkatnya menuju sumur yang berada dalam rumah dekat dapur. Mata Udin berlahan mulai terbuka. Pulau Nusantara terukir di kedua pipinya terlihat kering. Belum juga sampai di tempat tujuan, Udin tiba tiba mendesah “turunkan saya ayah! Kan aku sudah besar”

Pak Mansyur tersenyum tipis. Kopiah hitam melekat di kepalanya, tampak miring terkena tangan Udin. Baju koko putih terpasang rapi, kini tampak kusut. Sarung kotak-kotak hijau yang membalut pinggang hingga mata kakinya, hampir saja terlepas.

Udin berjalan mendekati sumur sambil menguap menahan kantuk. Matanya merah menatap sayu.  Ia meraih tali timba di hadapannya lalu menghentakkannya. Kedua tangannya silih berganti menarik kaleng bekas tempat cat yang berisi air.

“cepat nak!” sahut ibu Rahma.
“Iya Mami” jawab Udin

Sang ibu berjalan mendekati pak Mansyur. Memberikan baju, sajadah, dan kopiah. Perlengkapan shalat buat sang buah hati.

Beberapa menit kemudian, Udin mendekati sang Ayah lalu berkata “ Udin cinta Ayah dan Ibu. Nanti saya akan berdoa agar masuk surga bersama Ayah dan Ibu.”

Pak Mansyur mendekap tubuh bungsunya. Sang Ibu juga ikut memeluk. Rahman menatap manis dari arah ruang tamu, sambil tersenyum bahagia mendengar ucapan adiknya barusan. Rasa haru bercampur bahagia memenuhi setiap sudut rumah itu.

Share this:

PENULIS

Pemuda sapaan Misbah. Kini aktif di berbagai lembaga pendidikan. Sembari menjalani kehidupan sebagai seorang Mahasiswa, juga sebagai penulis lepas

BERGABUNGDENGAN PERCAKAPAN

0 komentar:

Post a Comment

Salam Cinta
NB:
Berkomentarlah dengan bijak
Selamat berkomentar...... :D