Memudarnya kesadaran Agama
Seiring berjalannya waktu, fenome-fenome keberagamaan dan
tuntutan zaman, menjadi salah satu penyebab memudarnya kesadaran dalam
beragama. Kecenderungan untuk memenuhi segala bentuk keinginan telah menggeser
kewajiban dan tanggungjawab dalam mengekspresikan keberagamaan. Orang-orang
lebih cenderung menghabiskan waktunya untuk keberlangsungan hidup ketimbang
mempelajari dan merenungi kehidupan dan hakikat agama. Fenomena ini merupakan
penyakit kejiwaan yang harus segera diobati. Pakar agama, intelek, dan
orang-orang yang memiliki kesadaran akan kondisi ini, memikul tanggungjawab
untuk menyembuhkan masyarakat dari penyakit tersebut.
Nilai-nilai agama adalah spirit untuk melawan segala bentuk
penindasan. Baik ketertindasan internal maupun eksternal. Orang-orang yang
memiliki tugas untuk mengobati masyarakat harus mampu mentransfer nilai-nilai
tersebut sehingga mereka dengan mudah memahami realitas yang terjadi dan
tergerak untuk melakukan perlawan kepada para penindas.
Agama, khusunya Islam, mengajarkan penganutnya tentang
cinta, belas kasih, dan kebijaksanaan. Tapi disisi lain, juga mewajibkan untuk
melakukan perlawan terhadap kesewana-wenangan. Kaum muslim dituntut untuk
mencintai dan memperlakukan orang lain layaknya memperlakukan diri sendiri, tapi
bukan berarti berdiam diri ketika dizalimi atau menyaksikan dan membiarkan kedzaliman
merajalela.
Terjadinya sebuah ketertindasan disebabkan adanya penindas
dan orang yang menerima ketertindasan. Kerja sama keduanyalah yang telah
memunculkan penindasan. Ketika kerjasama keduanya digagalkan maka tidak akan ada
lagi yang namanya ketertindasan.
Katertindasan dalam ekonomi misalnya, ketika masyarakat menyadari bahwa dirinya
digiring untuk menjadi konsumen dengan berbagai macam cara, maka pada saat yang
sama, akan menimbulkan ketakutan dalam diri pemodal. Kedatangan kapitalis industri
modern, dengan misi memupuk keinginan-keingan menjadi subur, menjadi malapetaka.
Persaingan kelas makin besar hingga berujung pada penghalalan segala cara demi
terwujudnya keingan tanpa menyadari bahwa dirinya telah menjadi kaum pekerja
sejati.
Karl Marx menegaskan bahwa kondisi yang tidak adil ini,
bukan hanya disebabkan oleh ketamakan pribadi. Walaupun para pemilik modal ini
tidak memiliki pembantu dan pesuruh, namun ia tetap dikendalikan oleh kompetisi
yang tidak sehat diantara sesama pemilik modal dalam pasar kapitalisme. Agar bisa
mempertahankan perusahaannya, dia harus mendapatkan niali surplus sebanyak
mungkin untuk mendirikan pabrik dan perusahaan baru. Perusahaan atau pabrik
baru yang lebih besar ini akan menyedot lebih banyak pekerja, dan pemilik
pabrik lain akan tidak bisa membanting harga dan tidak akan mampu menyainginya.
Karena kerakusan inilah, setiap kapitalis berusaha mempergunakan mesin-mesin
yang lebih besar dan lebih banyak lagi.[1]
Akibatnya, setiap pekerja akan mengerahkan dan memfokuskan tenaganya untuk
mewujudkan keinginan pemilik modal.
PENULIS
Pemuda sapaan Misbah. Kini aktif di berbagai lembaga pendidikan. Sembari menjalani kehidupan sebagai seorang Mahasiswa, juga sebagai penulis lepas
Fenomena keberagamaan hari ini nenunjukan.memudarnya kesadaran falam beragama. Tulisan yg mengarahkan!!! Izin share kanda. Semangat terus menulisnya semoga tetap menginspirasi
ReplyDeletesilahkan!! amin. semoga tulisan di blog ini bisa memberikan setetes pengetahuan buat para pengunjungnya
Delete