Hello

Welcome To My Blog

MISBAHUDDIN HASAN
Semoga Tulisan di Blog ini Bermanfaat Bagi Anda

Recent

Analisi Media Massa: Pena dan Pisau Analisa I


“Nuun, demi pena (Kalam) dan apa yang mereka goreskan” (QS Al Qalam:1)
Dunia ini dengan segala isi dan peristiwanya tidak bisa melepaskan diri dari kaitannya dengan media massa, demikian juga sebaliknya. Hubungan antara keduanya sangatlah erat sehingga menjadi saling bergantung dan saling membutuhkan. Segala isi dan peristiwa yang ada di dunia menjadi sumber informasi bagi media massa. Selain menjadi sarana dan prasarana komunikasi, media massa juga mempunyai tugas dan kewajiban untuk mengakomodasi segala jenis isi dan peristiwa di dunia ini melalui pemberitaan atau publikasinya dalam aneka wujud. Institusi media memproduksi dan menyebarkan informasi yang berupa produk budaya atau pesan yang mencerminkan budaya dalam masyarakat kepada publik secara luas agar produk atau pesan tersebut dapat digunakan dan dikonsumsi oleh publik. Dengan demikian keberadaan media massa sebagai sistem tersendiri tidak bisa dilepaskan dari sistem kemasyarakatan yang lebih luas (politik, ekonomi, Sosial dan budaya).
Media massa adalah sesuatu yang dapat digunakan oleh segala bentuk komunikasi, baik komunikasi personal maupun komunikasi kelompok dan komunikasi massa (Atang Syamsuddin). Secara universal tujuannya adalah: 1).Informasi; 2).Hiburan; 3).Pendidikan; 4).Propaganda/pengaruh; dan 5).Pertanggngjawaban sosial. Sesuai perkembangannya media massa berwujud dalam media cetak (Koran, majalah, bulletin) dan media elektronik (TV, radio dan internet). Dari berbagai macam media massa tersebut mempunyai ciri khas masing-masing baik dalam isi dan pengemasan beritanya, maupun dalam tampilan serta tujuan dasarnya. Perbedaan ini di latarbelakangi oleh kepentingan yang berbeda dari masing-masing media massa. Ada yang bermotif politik, ekonomi, agama dan sebagainya. Seperti yang dikatakan oleh Bambang Harimukti bahwa media masa merupakan kumpulan banyak organisasi dan manusia dengan segala kepentingannya yang beragam, bahkan termasuk yang saling bertentangan.
Kepentingan yang beragam pada media massa adalah hal yang tidak bisa dipungkiri. Ada media massa yang memiliki kepentingan politik, karena ia didanai oleh kekuatan politik tertentu, dan media massa juga ada yang bermotifkan ekonomi, dimana keuntungan secara materil adalah satu-satunya target dari media tersebut. Ada juga media yang bermotifkan pendidikan karena ingin memberikan pengetahuan. Begitupun yang bermotifkan agama, dimana media massa didirikan oleh kelompok agama tertentu untuk menyampaikan ajaran agamanya. Kepentingan dari media massa tersebut dapat mempengaruhi berita yang disampaikan. Dari sinilah muncul sebuah anggapan bahwa fakta yang disampaikan bukanlah fakta yang objektif, melainkan fakta yang telah dikontruksi oleh media atau penulisnya/wartawan dengan latar belakang kepentingan tertentu. Dalam pandangan kaum konstruksionis, berita yang kita baca pada dasarnya adalah hasil dari konstruksi kerja jurnalistik, bukan kaidah baku jurnalistik. Semua proses kontruksi (mulai dari memilih fakta, sumber, pemakaian kata, gambar, sampai penyuntingan) memberi andil bagaimana realitas tersebut hadir dihadapan khalayak (Eriyanto, 2002).
Kalau menengok sejarah media massa di nusantara ini tentu juga tidak bisa melepaskan diri dari reformasi 98 yang selanjutnya menandai babak baru era reformasi sampai sekarang ini. Termasuk reformasi media massa yang sebelumnya pemerintah mempunyai peran kontrol dominan telah bergeser menjadi era keterbukaan yang sangat memberikan peluang kepada masyarakat untuk menjadi pengontrolnya. Sejauh mana media memberikan pesan perlu dianalisis lebih lanjut. Masyarakat sebagai sasaran pembaca, pendengar dan penonton media massa hendaknya mempunyai pisau analisa agar media menjadi jalan pencerdasan bukan sebaliknya yaitu jalan pembodohan dan penelikungan.
Perspektif Media Massa
Seiring muncul dan berkembangnya analisis terhadap media masaa, maka muncul berbagai pendekatan yang mencoba digunakan, yakni:
Pendekatan pluralis. Dalam pendekatan pluralis, berita adalah cermin dan refleksi dari kenyataan. Oleh karena itu, berita heruslah sama dan sebangun dengan fakta yang hendak diliput. Sedangkan posisi media sendiri merupakan sarana yang bebas dan netral tempat semua kelompok masyarakat saling berdiskusi yang tidak dominan. Senada dengan pendekatan ini adalah pendekatan positivis. Menurut pendekatan ini media merupakan saluran pesan. Ada fakta riil yang diatur oleh kaidah-kaidah tertentu yang berlaku universal. Berita adalah cermin dan refleksi dari kenyataan, karena itu, berita haruslah sama dan sebangun dengan fakta yang hendak diliput
Bertolak dari pendekatan tersebut adalah pendekatan kritis. Menurut pendekatan ini berita tidak mungkin merupakan cermin dan refleksi dari realitas, karena berita yang terbentuk hanya cermin dari kepentingan kekuatan dominan. Sedangkan media sesungguhnya bukan milik publik, tetapi dikuasai oleh kelompok dominan dan menjadi sarana untuk memojokan kelompok lain, sehingga sulit untuk berdiri secara netral dan independent. Pendekatan selanjutnya adalah pendekatan konstruksionis. Menurut konstruksionis, media merupakan agen konstruksi pesan. Fakta yang ada dalam media tiada lain merupakan konstruksi atas realitas. Kebenaran suatu fakta bersifat relatif, berlaku sesuai konteks tertentu. Berita tidak mungkin merupakan cermin dan refleksi dari realitas. Karena berita yang terbentuk merupakan konstruksi atas realitas.
Akar Analisis
Mengapa berita perlu dianalisis???
Seperti yang telah disinggung di atas bahwa berita adalah realitas hasil konstruksi yang pada akhirnya realitas yang ada di dunia ini tidaklah bersifat objektif. Semuanya memiliki subjektifitas dari yang membuat maupun yang menerima realitas itu, perspektif atau cara pandang dalam realitas juga mempengaruhi terhadap penilaian sesuatu realitas.
Berikut alasan mengapa berita perlu dianalisis, sebagaimana dipaparkan Eriyanto yang diambil dari pendekatan konstruksionis, yakni :
1. Fakta/peristiwa adalah hasil konstruksi. Bagi kaum konstruksionis, realitas itu bersifat subjektif. Realitas itu hadir, karena dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. Disini tidak ada realitas yang objektif, karena realitas itu tercipta lewat konstruksi dan pandangan tertentu. Realitas bisa berbeda-beda, tergantung pada bagaimana konsepsi ketika realitas itu dipahami oleh wartawan yang mempunyai pandangan yang berbeda.
2. Media adalah agen konstruksi. Kaum konstruksionis memandang media bukanlah saluran yang bebas, ia juga subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakannya. Disini media dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefiniskan realitas.
3. Berita bukan refleksi dari realitas. Ia hanya konstruksi dari realitas. Bagi Kaum konstruksionis berita itu ibaratnya seperti sebuah drama. Ia bukan menggambarkan realitas, tetapi merupakan potret dari arena pertarungan antara berbagai pihak yang berita dengan peristiwa.
4. Berita bersifat subjektif/Konstruksi atas realitas. Kaum konstruksionis memandang bahwa berita mempunyai sifat subjektif, hal ini dikarenakan berita adalah hasil konstruksi realitas yang dilakukan oleh wartawan dengan menggunakan subjektivitasnya.
5. Wartawan bukan pelapor. Ia agen konstruksi realitas. Kaum konstruksionis menilai wartawan sebagai aktor/agen konstruksi, dimana pekerjaannya bukan sebatas melaporkan sebuah fakta, tapi juga turut mengkonstruksi fakta yang didapatkannya untuk kemudian dijadikan berita.
6. Etika, pilihan moral, dan keberpihakan wartawan adalah bagian yang integral dalam produksi berita. Kaum konstruksionis menilai bahwa aspek etika, moral, dan nilai-nilai tertentu tidak mungkin dihilangkan dari pemberitaan media. Sisi subjektifitas dan penilaian atas fakta membuat wartawan memiliki posisi untuk terlibat dalam penuangan unsur moral, etika juga keberpihakan ketika ia mengkonstruksi realitas.
7. Nilai, Etika, pilihan moral, dan keberpihakan wartawan adalah bagian yang integral dalam penelitian. Kaum konstruksionis memandang bahwa peneliti bukanlah subjek yang bebas nilai, karena itulah etika dan moral serta keberpihakan peneliti menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari proses penelitian.
8. Khalayak mempunyai penafsiran tersendiri atas berita. Kaum konstruksionis memandang bahwa khalayak bukanlah subjek yang pasif, melainkan subjek yang aktif dalam menafsirkan apa yang dibaca, ditonton ataupun didengar. (bersambung)
Oleh: Sholeh Fasthea

Share this:

PENULIS

Pemuda sapaan Misbah. Kini aktif di berbagai lembaga pendidikan. Sembari menjalani kehidupan sebagai seorang Mahasiswa, juga sebagai penulis lepas

BERGABUNGDENGAN PERCAKAPAN

0 komentar:

Post a Comment

Salam Cinta
NB:
Berkomentarlah dengan bijak
Selamat berkomentar...... :D