aku ini Bundamu Nak
Tak
dapat dipungkiri bahwa seorang ibu adalah bunda-bunda peradaban yang
menciptakan dan mendidik kader-kader yang bisa menjadi kebanggan setiap orang.
Tak ada satupun manusia yang berakal sehat menafikan peran ibunya dalam
kehidupan sehari-hari. Adanya seorang ibu, melazimkan lahirnya seorang tokoh
gerakan yang bisa memberikan efek positif kepada negara tercintanya.
Di
Indonesia, peran seorang ibu diabadikan dalam bentuk perayan. Setiap tanggal 22
Desember, masyarakat indonesia memperingati hari ibu sebagai salah satu bentuk
pengabadian perjuangan seorang perempuan dalam membangun Indonesia.
Sejarah
mencatat bahwasanya, penetapan Peringatan Hari Ibu dimulai pada tahun 1938.
Pada tahun 1928, para pejuang perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatra
mengadakan Konggres Perempuan Indonesia yang pertama pada tangal 22-25 Desember
1928 di Yogyakarta. Salah satu hasil keputusan kongres adalah membentuk
organisasi kongres Perempuan yang kini dikenal sebagai Kowani (Kongres Wanita
Indonesi). Namun penetapan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu diputuskan
dalam Kongres Perempuan Indonesia yang ke-3 pada tahun 1938. Presiden Soekarno
menyetujui penetapan tanggal 22 Desember ini sebagai Hari Ibu. Dan presiden
sukarno menetapkan tanggal 22 desember sebagai hari ibu melalui Dekrit Presiden
No. 316 tahun 1959.
Selain
itu, Peringatan hari ibu yang kita rayakan setiap tahun, adalah ungkapan rasa
cinta, sayang, terimah kasih kepada para Ibu yang telah berjuang untuk
menegakkan keadilan, memperjuangkan kesetaraan, membebaskan masyarakat dari
ketertindasan, dan yang terpenting adalah, perjuangan ibu dalam menciptakan
kader-kader revolusi.
Tapi
sangat disayangkan, bagi sebagian orang, perayaan hari ibu hanya sebatas
simbolik yang tak memiliki nilai sedikitpun yang mempengaruhi kehidupan
sehari-hari. Kebanyakan manusia, khususnya orang-orang yang menyebut dirinya
sebagai orang berpendidikan, hanya mengucapkan selamat kepada bundanya pada
saat momen hari ibu tiba, padahal jarak mereka tidak terlalu jauh.
Sampai
hari ini, apa yang telah kita berikan kepada bunda Yang telah berjuang
membesarkan kita tanpa kenal batas waktu? Rambutnya mulai memutih, tubunhya
mulai membungkuk, kulitnya mulai keriput, tapi kita belum juga bisa
membahagiakannya? Dimana rasa terimah kasih kita kepadaa bunda yang telah
mengorbangkan segala sesuatunya demi kita?
Inilah
saatnya bagi kita yang masih memiliki ibu untuk menemui beliau, memengang
tanganya lalu menciumnya. Mari kita ucapkan selaamat kepada ibu kita dan
sekaligus memohon maaf atas sikap kita yang selama ini telah menyakiti hatinya.
Janganlah kita menjadi kader Maling kundang yang tak mengakui ibunya
PENULIS
Pemuda sapaan Misbah. Kini aktif di berbagai lembaga pendidikan. Sembari menjalani kehidupan sebagai seorang Mahasiswa, juga sebagai penulis lepas
0 komentar:
Post a Comment
Salam Cinta
NB:
Berkomentarlah dengan bijak
Selamat berkomentar...... :D