BERSUJUD DI KEHENINGAN MALAM
Penapancasila.top- Jam
menunjukkan pukul 03:50, Ia terbangun dari tidurnya, kesegaran air wudu
membasahi wajahnya, di keheningan malam ia bersujud di hadapan Allah SWT meminta
pertolongan. ia menengadahkan kedua tangan seraya memuji kebesaran sang Pencipta, butiran air mata membasahi sajadah, lantunan
doa bersuara lirih terdengar dari lisannya. Sesekali ia mendonggakan kepalanya
ke angkasa serambi berkata “ ya Ilahi! aku bersimpuh di hadapanmu menunggu
hadiah kasih sayangmu. aku kembali bersujud di hadapanmu untuk memohon lindungan
kemurahan dan rahmatmu”.
Tak
terasa 20 menit telah berlalu. Berlahan, pemuda itu bangkit dari duduknya
menuju teras rumah, ia melihat ke arah langit yang dihiasi cahaya purnama,
taburan bintang setia menemani sang rembulan, terlintas di benaknya sebuah ayat
yang berbunyi ” segala yang ada di langit dan di bumi bersujud di hadapan
Allah.”
Ia duduk termenung menyaksikan keindahan purnama yang kini mulai meredup, perhatiannya tertuju pada bintang yang masih setia memberikan cahayanya. Ia berharap, satu saat nanti ia bisa seperti bintang yang setia menemani rembulan.
Perenungannya
terusik ketika mendengar lantunan salawat dari arah masjid Petanda shalat subuh
akan segera dimulai. Ia bergegas masuk rumah dan mensucikan dirinya dengan air
wudu lalu melaksanakan kewajibannya sebagai seorang hamba. Kini ia memasuki
nuansa ibadah yang lebih dalam, merasakan dirinya berada di sela-sela
pepohonan, pegunungan dan hewan-hewan yang tengah bersujud di hadapan Allah
SWT.
Shalat subuh telah berlalu. Ia mengambil kitab suci lalu membacanya. lantunan ayat menggetarkan hati, membawa pendengarnya ke alam damai. Surah Al-Anbiya’ telah berlalu, kini ia memasuki surah Al-Hajj, di pertengahan surah itu, terdapat sebuah kalimat yang berbunyi (akan dikatakan kepadanya): "Yang demikian itu, adalah disebabkan perbuatan yang dikerjakan oleh kedua tangan kamu dahulu dan Sesungguhnya Allah sekali-kali bukanlah penganiaya hamba-hamba Nya".
Ia
terdiam sarambi menghayati isi kandungan ayat tersebut. Larut dalam penghayatan,
membuatnya lupa bahwa jam telah menunjukkan pukul 06:00, waktunya bersiap-siap
menuju kampus, ia mengakhiri bacaannya dengan bersujud syukur dan berdoa”
segala puji bagi Allah SWT, segala puji bagi dia yang layak mendapatkan pujian
yang tak seorang pun memilikinya, segala puji bagi yang maha pengasih dan maha
penyayang”. setelah membaca doa sujud, ia bangkit menuju kamarnya. 10 menit
kemudian, ia keluar dengan mengenakan kemeja biru, celana kain abu-abu dan tas
hitam berisikan buku pelajaran berbahasa Arab.
Ia
berangkat ke kampus bersama tiga orang sahabatnya, wajah cerah dihiasi senyuman
tampak dari raut wajah mereka. Di sudut jalan setapak, pandangannya tertuju
pada bangunan berukuran separuh lapangan bola, halamannya dihiasi dua mobil sedan
dan satu unit motor Scopio. Di depan pintu gerbang, terlihat seorang ustad bernama
Solmed sedang bermain bersama putra bungsunya yang usianya sekitar setahun.
“Assalamu alaikum ya ustad”, sapa pemuda itu.
“Waalaikum
salam” jawab ustad solmed.
“Pada
mau kemana ni?” tanya ustad Solmed.
“Adatan
(biasa)! Kuliah” jawabnya
“ya khaer deh, semoga berhasil. Aku masuk dulu
yah, Assalamu alaikum” kata ustad solmed
“waalaikum
salam” jawabnya sambil melanjutkan perjalanannya.
Sesampainya
di kampus, ia bersama tiga sahabatnya memasuki ruang belajar. Lima menit telah
berlalu, dosen usul fiqih memasuki ruangan, proses belajar mengajar pun
dimulai, ia larut dalam alur pelajaran, pertanyaan demi pertanyaan ia
keluarkan. Tak terasa waktu pelajaran telah usai, ia bersama sahabatnya
bergegas meninggalkan ruangan menuju asrama.
Perputaran waktu begitu cepat, matahari mulai
terbenam, rona merah mulai redup, lantunan salawat terdengar di masjid-masjid.
Pemuda itu mengambil air wudu lalu memasuki mushollah, ia kembali melantunkan
ayat suci Al-Qur’an dengan suara lirih. Azan pun dikomandankan, berlahan ia
bangkit dari duduknya, bersiap-siap melaksanakan shalat magrib dan isya secara
berjamaah.
Setelah
melaksanakan shalat, ia mengganti pakaian dan mengambil buku pelajaran yang
telah dipelajarinya di kelas, buku bahasa arab tak berharokat menjadi cermin.
Kalimat berbunyi “aku tidak menyembah sesuatu yang tidak aku lihat” menarik
perhatiannya, ia berusaha memahami kalimat tersebut. Dua jam telah berlalu, ia belum
juga memahaminya.
Ia semakin larut dalam perenungan, seolah-olah
ia dilemparkan ke dalam muara kebingungan, gelombang besar membawahnya jauh
dari pantai ketenangan. Ia tak mampu berenang diterpa ombak yang begitu besar. Matanya
mulai sayup, penglihatannya mulai redup, kepalanya bergoyang mengikuti irama
kantuk. Berlahan ia bangkit dari duduknya, menuju kamar untuk beristirahat.
PENULIS
Pemuda sapaan Misbah. Kini aktif di berbagai lembaga pendidikan. Sembari menjalani kehidupan sebagai seorang Mahasiswa, juga sebagai penulis lepas
0 komentar:
Post a Comment
Salam Cinta
NB:
Berkomentarlah dengan bijak
Selamat berkomentar...... :D