Bidadari Terluka: Kesucianku Dicuri
gambar ini diambil saat membeli ikan di persimpangan jalan |
Penapancasila.top- Di bawah langit bertabur bintang, terlihat seorang
wanita berpakaian kemeja Ping dan rok hitam yang menutupi pinggul hingga
pergelangan kakinya. Ia duduk bertumpu kaki menghadap tumpukan sampah. Sesekali
ia menyalakan korek api lalu membakar plastik putih di tangan kirinya. Entah
apa yang menjadi alasan sehingga si jago merah tak kunjung menampakkan
keganasannya. Plastik itu masih terlihat utuh. Ia terus berusaha, tapi sang
jago merah masih enggan memperlihatkan kesaktiannya.
Saya yang sedang asyik menggariskan tinta
merah di atas kertas putih, sesekali menghisap rokok di tangan kanan lalu
menghembuskannya. Berlahan gumpalan asap mengaburkan pandanganku. Beberapa
pengunjung lainnya juga asyik berdiskusi. Sesekali mereka melepas tawa hingga
menggelegar ke angkasa meretas kesunyian malam.
Tumpukan sampah yang terletak samping kanan
bagian depan bangunan bertuliskan Royal Mart itu, tak kunjung terbakar. Wanita
itu masih tetap berusaha menyalakan korek api dengan harapan, si jago merah
melahap habis musuh –musuh di hadapannya.
Tak satu pun pengunjung bergeser dari
tempatnya untuk membantu wanita di sampingnya yang lagi kesulitan. Mereka asyik
dengan dunianya sehingga melupakan kewajiban membantu sesama. Kupandangi orang-orang
di sekelilingku serambi menghembuskan asap rokok. Saat mataku tertuju pada
wanita itu, terlihat kedua tangannya mendekap tubuhnya. Seakan menitip pesan
bahwa ia kedinginan.
Langkah kaki mengarahkanku pada tumpukan
sampah itu. Meninggalkan buku catatan dan sebungkus rokok di atas meja. Saya
bertindak bagaikan Super Hero yang menyelamatkan manusia. Selembar kertas putih
yang dipenuhi angka-angka mencuri perhatianku. Kuambil kertas itu menggunakan
tangan kananku lalu kunyalakan korek gas di bawahnya. Saat kertas itu terbakar,
kuletakkan di antara tumpukan kardus dan plastik. Berlahan, si jago merah
menunjukkan keahliannya.
Saat api berkobar, wajah wanita itu terlihat
jelas. Ia cemberut, Bola matanya
berkaca-kaca menyimpan genangan air. Rasa penasaran menghampiriku. Saat
bertanya apakah gerangan yang telah membuatnya sedih, tiba-tiba terlihat
tetesan air mata membasahi pipinya yang putih bersih. Saya mulai ketakutan,
terbetik dalam pikiranku “ jangan sampai kata-kataku tadi membuatnya tambah
sedih”. Saya berusaha menghiburnya dengan beberapa kalimat. Tapi wanita yang
bekerja sebagai Sales di Royal Mart itu masih saja menampakkan wajah murungnya.
Saat kalimat canda keluar dari lisanku, tiba-tiba wanita itu tersenyum tipis.
Akhirnya saya berkata dalam hati “ Alhamdulillah”.
Sambil menunggu tumpukan sampah dilahap habis
si jago merah, kami berdiskusi seputar pekerjaannya. Tanpa ia sadari, saya
berusaha mencari tahu penyebab kesedihannya. Tapi nampaknya waktu yang
membatasi diskusi kami sehingga ia belum sempat menceritakan seluruh keluh
kesahnya.
Saat ia berdiri hendak melanjutkan
pekerjaannya, ia melempar kertas ke arahku. Saya tersenyum manis serambi
mengambil kertas yang tergeletak di hadapanku. Saat hendak membuka lipatan
kertas itu, tiba-tiba ia berkata “ kalau kau mau tahu masalahnya, bacalah isi
kertas itu. Tapi jangan di sini. Kamu baca di rumah saja. Oke !” mendegar
ucapan itu, kepalaku bergoyang naik turun seakan memberikan isyarat bahwa saya
mengiakan permintaannya. Berlahan, wanita itu lenyap dari pandanganku.
Sesampainya di rumah, kumasukkan tangan kanan
dalam saku celana. Kugenggam kertas itu dan mengeluarkannya. Lalu, Kuletakkan
di atas meja belajar. Saya menyeruput kopi hitam dan membakar sebatang rokok.
Kuisap dalam-dalam lalu kuhembuskan. Kubuka lipatan kertas itu. Mataku
bergoyang mengikuti irama tulisan. Saya termenung saat membaca kalimat “ hinaan
dan caci maki, sudah menjadi sarapan pagi buatku. Hidup ini terasa hampa tanpa
keduannya”
Kubaca lebih lanjut isi kertas itu dan
sesekali menyeruput kopi hitam. Di bagian tengah tulisan itu terdapat kalimat “
gadis itu sedang sakit. Ia terbaring lemah tak berdaya. Seorang lelaki
menghampirinya lalu merebut kesuciannya secara paksa. gadis itu sangat
histeris. Tak pernah sedetik pun terbetik di pikirannya bahwa hal tersebut akan
menimpanya. Menjelang beberapa saat, istri lelaki bejat yang telah mencuri
kesuciannya, menghampirinya. Ia berusaha menjelaskan kejadian mengerikan yang
baru saja menimpanya. Tiba-tiba, lelaki itu datang dan menjelaskan seolah-olah
gadis itulah yang bersalah. Akhirnya, gadis malang itu di usir dari rumah.”
Di bagian akhir, ia berkata “ sejak kejadian
itu, aku memutuskan untuk tidak menghadirkan lelaki dalam hidup ini. Bagiku,
lelaki hanya pembawa bencana. Aku bisa hidup tanpa lelaki. Hidup tanpa cinta,
hidup tanpa lelaki, itu jauh lebih baik. Mulutku tertawa tapi hatiku menangis
saat mengingat kejadian malam itu.”
Seusai membaca tulisan itu, saya keluar dari
kamar menuju halaman rumah. kupandangi bintang yang masih setia menghiasi
angkasa. alangkah indahnya malam ini jika rembulan juga ikut menampakkan
dirinya.
PENULIS
Pemuda sapaan Misbah. Kini aktif di berbagai lembaga pendidikan. Sembari menjalani kehidupan sebagai seorang Mahasiswa, juga sebagai penulis lepas
0 komentar:
Post a Comment
Salam Cinta
NB:
Berkomentarlah dengan bijak
Selamat berkomentar...... :D