Aktivis Mencari Cinta: Laki-laki je’ anakta ini pi!
Penapancasila.top- Perjalanan mencari pasangan hidup bukanlah hal yang mudah. Kecerdasan intelektual dan kualitas spiritual bukanlah syarat mutlak seseorang diterima sebagai pasangan hidup. Hanya sebagian kecil yang menjadikan keduanya syarat terjalinnya hubungan cinta kasih antara dua sejoli yang berlabuh di muara kesempurnaan ilahiah.
Banyak di antara kita yang menilai kelayakan
pasangan dari kacamata Matrealis. Uang, jabatan, pendidikan, menjadi syarat
utama untuk mencari atau menjadi pendamping hidup. Tapi, ada juga karakter yang
cerdas, Religius, dan kaya, tapi sangat sulit Mendapatkan pasangan hidupnya
karena ia terlalu idealis dalam menentukan pasangan. Seperti, cerdas, kayak,
cantik, gagah, pengusaha, berakhlak, aktivis, dan sejenisnya. Konsep ideal inilah
yang terkadang membuat seseorang sulit mendapatkan pasangan hidupnya.
Saya teringat salah seorang senior yang
hobinya mengajak orang lain menjadi lebih baik. Ia memulai kisah perjalanannya
mencari penyempurna dua per tiga bagian dari agamanya, sejak tahun 2014. Ia berhasil
menemukan pasangan hidupnya di bulan April, 2016.
Banyak cerita menarik yang terkandung dalam
perjalanan tersebut. Saat hendak melamar, ia menelfon wanita yang akan ia
lamar. Ia bertanya “ siapa nama lengkap
ayah dan ibu kamu?” saat wanita itu bertanya terkait alasan mempertanyakan
hal tersebut, ia hanya berkata “ saya ingin silaturahmi” “silaturahmi dalam hal
apa” dengan lincah ia menjawab : konsolidasi percepatan gerakan ke depan.
Pilihannya ada dua, dipercepat atau diperlambat?”
Saat ia hendak menuju rumah wanita itu,
ayahnya berkata” Nak! Bagaimana kalau Papi menemanimu” tanpa ragu ia menjawab “
laki-laki je’ anakta ini pi” kata-katanya seakan menitip pesan bahwa ia bisa
menghadapi hal tersebut tanpa bantuan siapa pun.
Sesampainya di rumah wanita itu, ia memulai
pembicaraan dengan mempertanyakan seputar jagung yang terdapat di kolom rumah,
dan ditutup dengan kalimat “ maksud kedatangan saya ini, saya membawa misi
untuk melamar putri bapak”. Sungguh diskusi yang menarik.
Setelah itu, ia kembali ke Makassar membawah
tugas sebagai syarat pernikahan yaitu membuat puisi. Beberapa puisi telah ia
buat, di antaranya berjudul “ Kelambu, Batu, dan Raga”.
PENULIS
Pemuda sapaan Misbah. Kini aktif di berbagai lembaga pendidikan. Sembari menjalani kehidupan sebagai seorang Mahasiswa, juga sebagai penulis lepas
0 komentar:
Post a Comment
Salam Cinta
NB:
Berkomentarlah dengan bijak
Selamat berkomentar...... :D